Bacaayat Al-Quran, Tafsir, dan Konten Islami Bahasa Indonesia. Quran; Doa; Cerita Hikmah; Tilawah Per Ayat; Mushaf Madina; Fatwa DSN; Kerja Sama; Donasi; Paling Sering Dicari. 1 Hadis+at+taubah+ayat+105 2 dalil+kitab+injil 3 Dunia ini ujian 4 ibrahim ayat 7 5 dalil+kitab+zabur 6 Dasar hukum kitab taurat 7 ali imran 159 8 QS. Kelebihankelebihan Metode-Metode Penafsiran. 1. Metode Tahlili (Analitik) Metode tafsir Tahlili atau juga disebut Metode Tafsir Analitik memaparkan berbagai aspek yang terkandung didalam ayat-ayat Al-Quran. Ciri-cirinya ada yang berbentuk bi al-matsur dan ada juga yang berbentuk bi Al-ra'yu. Ciriciri Tafsir Tahlili Metode Tafsir tahlili memiliki ciri khusus yang membedakannya dari metode tafsir lainnnya, ciri-ciri tersebut adalah : 1) Berusaha menjelaskan makna yang terkandung di dalam ayaut-ayat al-qur'an secara komprehensif dan menyeluruh, baik yang berbentuk ma'tsur maupun al-ro'yu. KeistimewaanMetode Tafsir Tahlili; Keistimewaan metode tafsir tahlili yang banyak dilakukan oleh para ulama dapat dirangkum sebagai berikut: Sumber yang bervariasi. Analisa mufassir. Kekayaan arti kosa-kata dalam al-Qur'an. Luas dan detail. Kelemahan Tafsir Tahlili; Peluang untuk masuknya israiliyyat lebih besar. Peluang untuk masuknya informasi yang tidak penting lebih besar. Bertele-tele. Membutuhkan wadah, kata dan waktu yang relatif lebih besar. Metode Tafsir Ijmali; Pengertian Tasfir Dalambahasa Arab, kata tafsir berasal dari akar kata al-fasr yang berarti penjelasan atau keterangan. Sedang al-ma'tsur berasal dari akar kata atsara yang berarti mengutip. Sedangkan menurut pengertian terminologi tafsir bil ma'tsur ialah sebagai rangkaian keterangan yang terdapat dalam Alquran, sunah atau kata-kata sahabat sebagai penjelasan terhadap firmanAllah. 1807/2021. Tafsir Surah Al Muddassir. Senantiasa Allah meminta Nabi Muhammad untuk menyeru kepada umat manusia agar meninggalkan perbuatan dosa seperti menyembah berhala di dalam Tafsir Surah Al Muddassir Ayat 5-9. Selain itu Allah juga mengingatkan Nabi Muhammad untuk senantiasa bersikap sabar serta dijelaskan pula ciri-ciri orang sabar dalam E1t5Ib3. ArticlePDF Available AbstractTafsir tahlili method is one of the method used by classical mufassir until now in interpreting al-Qur'an verses. This method emerges because of the necessity to the detail explanation of the instruction in the Al-Qur'an. This is also because of the increasing number of moslems along with the times, not only from the Arab nations but also from non-Arabic. Mufassir with tahlili method present an explanation of Al-Qur'an verses which are based on sequence of verses in the manuscripts mushaf of Al-Quran seen from any aspects, such as compatibility of one verse with another verse munasabah al ayah, the cause of the descending verses, the meaning of verses globally, legal review contained, and additional explanation about qiroat, 'i'rab, and others. Keywords Tafsīr Taḥlīlī , Method of Interpreting, Taḥlīlī Metode tafsir taḥlīlī merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para mufassir klasik hingga kini dalam menjelaskan ayatayat al-Qur’an. Metode ini lahir karena kebutuhan terhadap penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci yang disebabkan kuantitas umat Islam yang semakin bertambah seiring perkembangan zaman, tidak hanya dari bangsa Arab saja tetapi juga non-Arab. Para mufassir dengan metode taḥlīlī menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan urutan ayat dalam mushaf dilihat dari berbagai aspeknya, seperti munāsabah ayat, sebab turun ayat, makna ayat secara global, tinjauan hukum yang terkandung dan tambahan penjelasan tentang qira’at, i’rab dan lainnya. Keywords Tafsīr Taḥlīlī , Metode Tafsīr, Taḥlīlī Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 1TAFSIR TAHLILISEBUAH METODE PENAFSIRAN AL-QUR’ANRosalindaUniversitas Islam Negeri Sulthan aha Saifuddin JambiRosalinda2205 tahlili method is one of the method used by classical mufassir until now in interpreting al-Qur'an verses. is method emerges because of the necessity to the detail explanation of the instruction in the Al-Qur'an. is is also because of the increasing number of moslems along with the times, not only from the Arab nations but also from non-Arabic. Mufassir with tahlili method present an explanation of Al-Qur'an verses which are based on sequence of verses in the manuscripts mushaf of Al-Quran seen from any aspects, such as compatibility of one verse with another verse munasabah al ayah, the cause of the descending verses, the meaning of verses globally, legal review contained, and additional explanation about qiroat, 'i'rab, and Tafsīr Taḥlīlī , Method of Interpreting, Taḥlīlī Rosalinda2 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019AbstrakMetode tafsir taḥlīlī merupakan s alah satu metode yang digunakan oleh para mufassir klasik hingga kini dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. Metode ini lahir karena kebutuhan terhadap penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci yang disebabkan kuantitas umat Islam yang semakin bertambah seiring perkembangan zaman, tidak hanya dari bangsa Arab saja tetapi juga non-Arab. Para mufassir dengan metode taḥlīlī menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan urutan ayat dalam mushaf dilihat dari berbagai aspeknya, seperti munāsabah ayat, sebab turun ayat, makna ayat secara global, tinjauan hukum yang terkandung dan tambahan penjelasan tentang qira’at, i’rab dan Tafsīr Taḥlīlī , Metode Tafsīr, Taḥlīlī Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 3A. PENDAHULUANDalam perkembangan tafsir al-Qur’an dari dulu hingga kini, secara umum para mufassir menggunakan metode tafsir yang beragam yang diklasikasikan menjadi empat metode. Metode tafsir Ijmāli global, metode tafsir Taḥlīlī analisis, metode tafsir Maudhū’i tematik, dan metode tafsir Muqārin perbandingan.1 Metode-metode tafsir tersebut memiliki keistimewan masing masing meskipun tidak dipungkiri bahwa terdapat juga kelemahan, kendati demikian penggunaan metode-metode tafsir tersebut disesuaikan dengan tujuan yang ingin Metode ijmāli berupaya menyajikan makna global dari ayat-ayat suci al-Qur’an secara ringkas dan mudah dimengerti. Para mufassir umumnya menghimpun ayat demi ayat sesuai urutan dalam mushaf atau satu surat kemudian ditafsirkan pokok-pokok kandungan yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut secara Metode ini dianggap sebagai metode tafsir yang paling tua dibandingkan metode tafsir lainnya. Hal ini disebabkan karena mayoritas sahabat adalah orang Arab serta ahli bahasa Arab sehingga tidak kesulitan dalam memahami al-Qur’an, selain itu para sahabat mengetahui latar belakang turun ayat bahkan mereka ada yang menyaksikan secara langsung dan terlibat dalam situasi dan kondisi ketika ayat al-Quran turun. Bisa dikatakan bahwa para sahabat tidak membutuhkan penjelasan yang rinci dari nabi tetapi cukup dengan isyarat dan uraian Metode ini memiliki keunggulan dibandingkan metode tafsir yang lain karena dianggap simpel dan mudah dimengerti serta tidak mengandung israiliyat dan mendekati bahasa al-Qur’an namun metode ini dianggap tidak memberi celah untuk melakukan analisis yang cukup dan 1 Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an, Bandung CV Pustaka Setia, 2004, h. M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur’an, Jakarta Lentera Hati, 2013, h. 377. 3 Fariz Pari, “Tafsir sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan” dalam Pengantar Kajian al-Qur’an, Kusmana dan Syamsuri ed, Jakarta Pustaka al-Husna Baru, 2004, h. 151. 4 Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman, Jakarta Gaung Persada Press, 2007, h. 48. Rosalinda4 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial. Kitab-kitab tafsir yang merepresentasikan metode tafsir ini diantaranya Tafsir al-Qur’an al-Karīm karya Muhammad Farid Wajdi dan al-Wasīț karya tim majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah, Taisir al-Karīm ar-Rahmān  Tafsīr kalām al-Mannan karangan Abdurrahman as-Sa’dy. Selanjutnya metode taḥlīlī atau metode analisis adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dari segala Di antara faktor yang mendorong munculnya metode ini adalah ketidakpuasan terhadap metode ijmāli dalam menafsirkan ayat al-Qur’an karena dianggap tidak memberi ruang dalam mengemukakan analisis yang memadai. Selain itu seiring perkembangan zaman maka kuantitas umat Islam semakin berkembang tidak hanya yang berasal dari bangsa Arab namun juga dari non-Arab. Perubahan dalam wacana pemikiran Islam pun tidak dapat dihindari dimana peradaban yang beragam dan tradisi non-Islam ikut berbaur dalam khazanah intelektual Islam serta mempengaruhi kehidupan umat. Oleh karena itu para pakar al-Qur’an berupaya menghidangkan penafsiran ayat al-Qur’an yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang Jadi bisa disimpulkan munculnya tafsir tahlili karena kebutuhan umat Islam terhadap penjelasan yang rinci terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Di antara karya tafsir dengan menggunakan metode taḥlīlī adalah karangan Ibn jarir al-abari “Jami’ al-Bayān an Ta’wīl ayātil Qur’an” dan karangan al-Baghawi “Ma’alim al-Tanzīl”. Kemudian metode tafsir muqārin atau metode tafsir perbandingan adalah sebuah metode penafsiran yang bersifat perbandingan dengan menyajikan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh mufassirīn. Metode ini lahir karena kebutuhan untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an yang kelihatannya mirip namun mengandung pengertian yang berbeda. Begitu juga ada hadits yang secara lahiriah bertentangan 5 Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidāyah  al-Tafsīr al-Maudhū’i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū’iyyah, terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhu’i Dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, 2002, h. Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. 49. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 5dengan ayat-ayat al-Qur’an. Metode ini memiliki keistimewaan diantaranya memberikan wawasan penafsiran yang lebih luas kepada para pembaca, toleransi terhadap perbedaan pendapat sehingga menghindari sikap ta’āsubiyah terhadap aliran tertentu, pendapat dan komentar terhadap suatu ayat menjadi lebih kaya, bagi mufassir akan termotivasi untuk mengkaji berbagai ayat, hadits serta pendapat mufassir lainnya, meskipun memiliki banyak keunggulan, metode ini juga memiliki kelemahan, di antaranya tidak sesuai jika dikaji oleh pemula karena pembahasannya teramat luas dan lebih dominan mengkaji penafsiran ulama terdahulu dibandingkan penafsiran Di antara kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir ini adalah karangan al-Iska “Durrat al-Tanzīl wa Ghurrat al-Ta’wīl dan al-Burhān  taujih Mutasyabah al-Qur’an karya al-Karmani. Selanjutnya metode tafsir maudhū’i atau tematik merupakan metode penafsiran al-Qur’an dengan menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama, kemudian menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab turun ayat, kemudian mufassir menyajikan penjelasan dengan mengkaji seluruh aspek yang dapat digali agar mufassir dapat menyajikan tema secara utuh dan sempurna serta menarik Kelebihan metode tafsir ini pada kemampuannya dalam menjawab tantangan zaman karena metode ini diformulasi untuk memecahkan persoalan dan disusun lebih sistematis sehingga lebih efesien waktu untuk dibaca dan tema-tema yang diangkat up to date sehingga menjadikan al-Qur’an tidak ketinggalan zaman dan menjadikan pemahaman lebih utuh. Kendati begitu, metode ini juga memiliki kekurangan dalam penjelasan ayat-ayat al-Qur’an yang sepotong-sepotong dapat menyebabkan kesan kurang etis terhadap ayat-ayat suci serta pembatasan pada tema-tema tertentu menjadikan pemahaman ayat Di antara kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini adalah Mar’ah  al-Qur’an dan al-Insān karya Abbas Mahmud 7 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Jakarta Pustaka pelajar, 1998, h. Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidāyah  al-Tafsīr al-Maudhū’i, h. Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 165-168. Rosalinda6 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019al-Aqqad, Washaya Surat al-Isra’ karangan Abd al-Hayy al-Farmawi. Dalam tulisan ini dibatasi pembahasannya pada salah satu metode dari keempat ragam metode tersebut yaitu metode tafsir taḥlīlī . B. METODE TAFSIR TAHLILI PENGERTIAN DAN SEJARAHNYASebelum menjelaskan secara lebih rinci mengenai metode tafsir taḥlīlī, penulis paparkan terlebih dahulu analisis terhadap beberapa term yang akan dibahas yaitu metode, tafsir dan taḥlīlī. Metode dalam bahasa Arab disebut manhaj jamaknya manāhij yang diterjemahkan dengan jalan yang nyata. Di dalam surat al-Ma’idah ayat 48 disebutkan “untuk tiap-tiap umat di antara kamu kami berikan aturan dan minhaj jalan yang terang. Sementara itu kata tafsīr merupakan bentuk taf ’īl dari kata al-fasr yang berarti al-bayān wa al-kasyf penjelasan dan penyingkapan. Tafsir adalah penjelasan tentang maksud rman Allah sesuai dengan kemampuan Menurut al-Zarkasyi tafsir merupakan suatu ilmu yang mengantarkan pada pemahaman terhadap kitab suci yang diturunkan pada nabi, penjelasan makna-maknanya, penggalian hukum-hukum dan hikmahnya..11 Sedangkan al-Zarqani mengatakan tafsir adalah suatu ilmu yang mengkaji al-Qur’an dari segi tanda-tanda yang mengantarkan pada maksud Allah sesuai dengan kemampuan Jadi metode tafsir yang dimaksud adalah cara langkah dan prosedur yang digunakan oleh mufassir untuk menjelaskan ayat al-Qur’an. Dengan kata lain metode mengandung seperangkat kaidah dan aturan-aturan yang harus diperhatikan oleh para mufassir agar terhindar dari kesalahan-kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam 10 Muhammad Husain al-Dzahabi, al Tafsīr wa al-Mufassirūn, Mesir Dar al-Kutub al-Haditsah, 1976, Jilid. 1, cet. 2, h. Badr al-Din al Zarkasyi, al Burhān  ulūm al-Qur ’an Beir ut Dar al-Kutub al Ilmiyahh,2008, Jilid 1, h. Abd al Azhim al-Zarqani, Manāhil al-Irfān  ulum al-Qur’an, Mesir Mustafa al-Babi al-Habi, Jilid II, h. 6. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 7menafsirkan ayat al-Qur’ Sementara Taḥlīlī berasal dari kata hallala-yuhallilu-tahlil yang diterjemahkan dengan “mengurai, menganalisis”.14 Atau bisa juga berarti membuka sesuatu atau tidak menyimpang Atau tafsir taḥlīlī adalah salah satu metode tafsir yang sistematis karena kandungan al-Qur’an dijelaskan berdasarkan urutan ayat-ayat di dalam mushaf yang ditinjau dari berbagai aspeknya meliputi mufaradāt ayat, munāsabah ayat yaitu melihat hubungan antara ayat sebelum dan sesudahnya, sebab turun ayat, makna ayat secara global, tinjauan hukum yang terkandung dan tambahan penjelasan tentang qira’at, i’rab dan keistimewaan susunanan kata-kata pada ayat-ayat yang ditafsirkan serta diperkaya dengan pendapat imam Metode tafsir taḥlīlī disebut juga metode tajzi’iyah oleh Muhammad Baqir al-Shadr yang berarti “ tafsir yang menguraikan berdasarkan bagian-bagian atau tafsir parsial”.18Metode taḥlīlī memliki ciri tersendiri dibandingkan dengan metode tafsir yang lain. Berikut ini beberapa ciri-ciri dari metode tafsir taḥlīlī Membahas segala sesuatu yang menyangkut satu ayat itu. Tafsir taḥlīlī terbagi sesuai dengan bahasan yang ditonjolkannya, seperti hukum, riwayat dan lain-lain. Pembahasannya disesuikan menurut urutan ayat. Titik beratnya adalah lafadznya. Menyebutkan munasābah ayat, sekaligus untuk menunjukkan wihdah al-Qur’an. Menggunakan asbab nuzul ayat. Mufasir beranjak ke ayat lain setelah ayat itu dianggap selesai meskipun masalahnya belum selesai, karena akan diselesaikan oleh ayat lain. Persoalan yang 13 Supiana dan arman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bnadung Pustaka Islamika, 2012, Kata tahlīl diterjemahkan dengan analysis, analyzation, sementara tahlili diterjemahkan analytic al. Lihat Rohi Baalbaki, al-Mawrid A Modern Arabic-English Dictionar y, Beirut Dar el Ilm lil Malayin, 1995, h. Ahmad bin Faris bin Zakariya Abul Husein, Mu’jam Maqāyis al-Lugah, Juz 2, Beirut Dar al-Fikr, 1979, Muhammad bin Mukrim bin Manzur al Afriqy al Mishry Jamaluddin Abu Fadh, Lisān al-Arabi, Juz 11, Beirut Dar Sadir, 2010, M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 378. 18 Muhammad Baqir al-Shadr, al Tafsir al Maudhū’I wa al-Tafsīr al-Tajzii l Qur’anil karīm, Beirut Dar al Ta’aruf, h. 9. Rosalinda8 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019dibahas karena itu metode taḥlīlī memiliki ciri khas dibandingkan metode tafsir yang lain yaitu penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan metode tahlili merupakan penafsiran yang bersifat luas dan menyeluruh komprehensif. Ciri yang paling dominan dari metode tafsir taḥlīlī ini tidak hanya pada penafsiran al-Qur’an dari awal mushaf sampai akhir, melainkan terletak pada pola pembahasan dan dilihat sejarah tafsir taḥlīlī telah mengalami beberapa fase perkembangannya. Pada fase Awal tafsir ini hanya terdiri dari tafsiran atas kata-kata yang ambigu, aneh dan sulit. Tafsir taḥlīlī terhadap kata-kata secara kebahasaan jarang sekali pada masa nabi karena tidak adanya kebutuhan masyarakat terhadap model tafsir seperti ini karena kemampuan bahasa mereka serta tidak bercampur dengan orang Ajam/non-Arab sehingga dikatakan bahwa pada era nabi belum ada tafsir secara Kemudian pada fase kedua terjadi perluasan penafsiran besar-besaran. Hal itu menjadi kebutuhan primer bagi orang-orang yang baru masuk Islam, di mana mereka tidak menyaksikan langsung turunnya wahyu sehingga mucul kebutuhan terhadap tafsir bahasa sedikit demi sedikit hingga Islam menyebar di timur dan Dalam perkembangan selanjutnya muncul tafsir tahlili setelah ilmu-ilmu keIslaman dibukukan. Dan muncul ilmu baru yang berkhidmat pada al-Qur’an al karim. Mulai analisa nash ayat al-Qur’an dengan bentuk yang lebih luas. Pada masa ini muncul kamus-kamus kebahasaan dan ilmu bahasa semakin berkembang seperti llmu nahwu, sharaf dan balaghah. Dengan demikian muncul penjelasan nash ayat al-Qur’an secara lebih luas dalam kerangka ilmu bahasa Arab yang bertujuan menjelaskan kata-kata yang asing/gharīb dalam al-Qur’an. Oleh karena itu ditulislah buku-buku yang menjelaskan makna kata dalam al-Qur’an secara khusus, 19 Rachmat Sya’I, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka SETIA, 2006, h. Zuailan, “Metode Tafsir Tahlili”, Diya al-Afkar, Juni Muhsin Abd al-Hamid, Tathawwur tafsīr al-Qur’an, Darul Kutub wa an-Nasyar, 1989, h. Musy ’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, al-Mu’tamar al’Ilmi as-Tsani likuliyyatil Ulumul Insaniyyah, 2013, h. 65. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 9misalnya kitab majāzul Qur’an yang ditulis oleh Abu Ubaidah H yang menafsirkan petunjuk kata al-Qur’an, menjelaskan qira’at-qira’at serta membahas gaya bahasa al-Qur’an dengan tafsir kebahasaan secara murni. Abu Ubaidah peletak pertama kajian balaghah al-Qur’an dari sisi tasybih, Kināyah, Taqdīm dan Selain itu muncul kitab ma’ānil Qur’an yang ditulis Abu Zakaria al-Fara’ yang kosentrasi pada lafaz dari segi I’rab dan derivasinya. Sementara Ma’ānil Qur’an karya Al-Akhfasy lebih fokus pada al-Aswāț al-Lughawiyah dan makhārijul Hurūf serta menjelaskan bentuk-bentuk qira’at yang beragam. Ia juga menjelaskan lafaz dan posisinya dalam kalam Arab secara bahasa, nahw, sharf dan Kemudian terjadi perkembangan dalam analisa istinbat/penetapan hukum qh yang selanjutnya mereka mulai mengkaji nash al-Qur’an dari aspek qh. Hal ini dibuktikan dengan munculnya kitab Ahkāmul Qur’an karya Imam Sya’i H. Demikian juga pengikut mazhab maliki menulis persoalan yang sama, misalnya Isma’il bin Ishaq al-Qadhi H atau sama juga dengan yang ditulis Imam al-ahawi pengikut mazhab Hana.25 Pada era ini bermunculan juga kitab tentang sebab turun ayat/asbābun nuzūl seperti yang ditulis oleh Ali bin Al Madini Kitab tentang ilmu qira’at juga mulai ditulis seperti kitab yang dikarang oleh Abi Ubaid bin al-Qasim bin Salam H, Ahmad bin Zubair al-Ku dan Ismail bin Ishaq al-Qadi H. Begitu juga pada era ini sudah ada pembukuan kitab ilmu nasikh mansūkh yang dikarang oleh Qatadah bin Da’amah al-Sadusi H, Ibnu Syihab al-Zuhri H dan Muqatil bin Sulaiman Seiring waktu karena kebutuhan terhadap tafsir yang mencakup seluruh isi al-Qur’an maka pada akhir abad ke-3 dan awal abad ke-4 Hijrah ke-10 M muncul tafsir yang mengkaji keseluruhan isi al-Qur’an dan membuat model paling maju dari tafsir taḥlīlī seperti tafsir yang ditulis oleh Ibnu Majah, al- Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Qur’an, Jakarta Pustaka Firdaus, 2008, h. 174. Rosalinda10 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Metode tafsir taḥlīlī merupakan metode penafsiran al-Qur’an yang digunakan oleh para mufassir klasik dan terus berkembang hingga kini. Dalam perkembangannya kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini ada yang ditulis dengan sangat panjang seperti karya Ibnu Jarir al-abari, Fakhr al-Din al-Razi dan tafsir karya al-Alusi. Sementara di antara karya tafsir dengan mentode taḥlīlī yang ditulis dengan penjelasan sedang adalah seperti tafsir karya al-Naisaburi dan Iman al-Baidhawi. Adapun contoh karya tafsir yang menggunakan metode ini dengan penjelasan yang ringkas namun jelas dan padat adalah kitab tafsir karya Jalal al-din C. TAFSIR TAHLILI KELEBIHAN DAN KEKURANGANMetode taḥlīlī sebagai salah satu metode tafsir yang popular memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode tafsir lainnya, diantaranya ruang lingkup bahasan yang sangat luas disebabkan memiliki dua bentuk tafsir yaitu tafsir ma’tsur dan ra’yu yang dapat memunculkan beraneka ragam corak disiplin dan menjadi wadah berbagai Menurut Hasan Hana metode ini memiliki kelebihan dalam memberikan informasi yang maksimal terkait lingkungan sosial, linguistik dan sejarah dari teks. Komentar klasik para sejarawan memberitakan informasi setting masa lalu dari teks sementara komentar modern dari pembaharu menunjukkan setting sosial politik modern. Di sini tujuan para modernis tidak hanya memahami makna teks melainkan juga merubah realitas. Penafsiran dengan metode ini membantu pembaca untuk memahami mentalitas para mufassir klasik, sumber pengetahuan, situasi historis dan tingkat pemahaman mereka. Penafsiran ini juga 28 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. 51. Metode tahlīli memiliki beragam urgensi di antaranya Metode ini meneliti setiap bagian nash al-Qur’an secara detail tanpa meninggalkan sesuatupun, Menyeru peneliti dan pembaca untuk mendalami ilmu ilmu qur’an yang beragam, metode ini memperdalam pemikiran dan menambah kuat dalam menyelami makna ayat serta tidak puas hanya melihat makna global saja, tafsir tahlili menjadi pengantar atau asas untuk tafsir maudhu’i. Lihat Saeful Rokim, “Mengenal Metode tafsir tahlili”, Jurnal staialhidayah, Bogor, 2017, h. 44. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 11melacak semangat zaman, kondisi seni dan periode sejarah. Hal ini menunjukkan bagaimana wahyu dikondisikan oleh sejarah dalam Metode ini telah memberikan sumbangsih yang besar dalam mengembangkan tafsir al-Qur’an. Melalui metode ini telah melahirkan karya-karya tafsir yang besar. Maka mufassir yang menghendaki penjelasan yang luas terhadap ayat-ayat al-Qur’an maka mesti menggunakan metode itu tafsir taḥlīlī biasanya selalu memaparkan beberapa hadis ataupun perkataan sahabat dan para tabiin, yang berkenaan dengan pokok pembahasan pada ayat. Juga di dalamnya terdapat beberapa analisa mufassir mengenai hal-hal umum yang terjadi sesuai dengan ayat. Dengan demikian, informasi wawasan yang diberikan dalam tafsir ini sangat banyak dan dalam. Tafsir dengan metode ini juga memperkaya arti kata-kata dengan usaha penafsiran terhadap kosa-kata ayat. luasnya sumber tafsir metode taḥlīlī tersebut. Penafsiran kata dengan metode taḥlīlī akan erat kaitannya dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan tidak tertutup kemungkinan bahwa kosa-kata ayat tersebut sedikit banyakanya bisa dijelaskan dengan kembali kepada arti kata tersebut seperti pemakaian aslinya. Pembuktian seperti ini akan banyak berkaitan dengan syair-syair kuno. Seperti halnya metode tafsir lainnya, metode tafsir taḥlīlī juga memiliki kekurangan. Menurut Shihab ada beberapa kelemahan dari metode tafsir taḥlīlī di antaranya bahwa penjelasan dalam beberapa kitab-kitab tafsir taḥlīlī terkesan bertele-tele karena semua yang ada dalam benak mufassir ingin dijelaskan sehingga menyebabkan kejenuhan pembaca padahal penjelasan yang disajikan tidak pernah tuntas karena terfokus pada ayat yang dibahas tanpa mengaitkannya dengan ayat lain yang memiliki keterikatan. Selanjutnya penjelasan para mufassirnya yang sangat teoritis sehingga terkesan bahwa itulah pesan al-Qur’an yang mesti diperhatikan, akibatnya membelenggu generasi yang lahir setelahnya. Kemudian Kurangnya aturan-aturan metodologis yang mesti diikuti oleh mufassir dalam menarik dan menjelaskan makna 30 Hasan Hana, Islam in the Modern world Religion, Ideolog i and Development, Heliopolis Dar Kebaa Bookshop, 2000, h. 510. Rosalinda12 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019dan kandungan ayat-ayat al-Qur’an menjadi kelemahan utama dari metode Selain itu metode tafsir ini membuat petunjuk al-Qur’an bersifat parsial sehingga menimbulkan kesan petunjuk yang disajikan al-Qur’an tidak utuh dan tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan pada sebuah ayat berbeda dengan penjelasan pada ayat lain yang serupa. Penyebab timbulnya perbedaan karena kurang perhatian pada ayat-ayat yang serupa. Misalnya pada potongan ayat   Ibnu Katsir menafsirkan dengan Adam Maka ketika ia menafsirkan ayat selanjutnya   , ia menjelaskan yaitu siti hawa diciptakan dari tulang rusuk yang sebelah kiri. Maka jelaslah   dimaksudkan oleh Ibn Katsir dengan Adam Meskipun sekilas dalam penafsiran Ibnu Katsir tidak ada persoalan namun apabila dibandingkan dengan penafsirannya terhadap kata yang sama pada ayat lain maka akan dijumpai perbedaan seperti kata  pada ayat 128 surat at-Taubah ditafsirkan dengan “jenis”/ bangsa. Maka terlihat Ibnu Katsir tidak konsisten karena kata  dan  itu keduanya secara etimologis berasal dari akar kata yang sama, sehingga membentuk . Perbedaan hanya terletak pada bentuk kata  bentuk mufrad/tunggal dan kata  dalam bentuk jamak. Jika dilihat pemakaian kata tersebut dalam al-Qur’an dalam berbagai ayat maka penafsiran   dengan Adam kurang tepat karena kata Adam tidak berkonotasi jenis atau bangsa melainkan menunjuk kepada seorang individu. Dalam penafsiran Ibnu Katsir terpecah dan tidak konsisten padahal bukan al-Qur’an yang tidak konsisten tapi penafsirannya, hal tersebut disebabkan mufassir kurang memperhatikan ayat-ayat yang metode taḥlīlī juga menyebabkan penafsiran yang subjektif karena fanatisme pada aliran tertentu, sikap subjektitas dari mufassir dalam metode analisis lebih besar terjadi dibandingkan dengan tiga metode tafsir lainnya. Misalnya dalam penafsiran Ibnu Katsir terhadap ayat    langsung 31 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 56. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 13dikatakannya siti hawa diciptakannya dari tulang rusuk Adam yang kiri. Penjelasannya itu didasarkan pada sebuah hadis shohih yang menyatakan bahwa wanita diciptaan dari tulang rusuk yang kiri. Hal tersebut tidak heran karena ia adalah seorang ahli hadis maka ia menafsirkan al-Qur’an melalui riwayat. Namun dalam hadis tersebut tidak ditegaskan siti hawa diciptakan dari tulang rusuk nabi Adam karena teks hadis berbunyi   dari tulang rusuk secara umum namun tidak menyebut nama Adam. Munculnya kata Adam dari dalam pikiran Ibn Katsir sendiri karena secara subjektitas dalam menafsirkan kata   dalam kalimat sebelumnya dengan Jadi metode taḥlīlī memberikan ruang kepada para mufassir untuk menuangkan gagasan dan pemikirannya. Seringkali para mufassir tidak menyadari melakukan penafsiran yang subjektitas dengan tidak mengindahkan kaedah-kaedah yang itu dengan menggunakan metode taḥlīlī dalam menafsirkan ayat al-Qur’an masuknya pemikiran isra’iliyat pun tidak dapat Terkait dengan Israiliyat yang mungkin terkadang masuk dalam informasi yang diberikan mufassir. Juga sama halnya dengan berbagai hadis lemah yang tidak selayaknya digunakan pada tempat dan kondisi sesuai. Akan tetapi dengan analisa kritis yang mendalam, kelemahan ini sangat mungkin untuk dihindarkan. Selayaknyalah memang seorang mufassir yang berkompeten untuk memberikan perhatian serius terhadap sumber informasi yang ia gunakan dalam menafsirkan sebuah ayat. Israiliyyat tidaklah begitu sulit untuk dikenali, konsepnya hanyalah apakah informasi tersebut mempunyai sumber yang jelas atau tidak, bila sumbernya jelas dan kuat maka informasi tersebut bisa dipakai dan sebaliknya. Begitu juga dengan hadis-hadis dha’if ataupun pendapat-pedapat para sahabat maupun tabi’in. Hukum dasar hadis da’if adalah tidak boleh diamalkan, hal ini tentu saja berlaku dalam pemakaian sebagai sumber tafsir. Hadist dha’if 33 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. Hujair Sanaky, “Metode TafsirPerkembangan Metode Tafsirmengikuti warna atau corak mufassirin”, Al-mawarid, 2018, h. 277. 35 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 53-60. Rosalinda14 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019tersebut hanya bisa dipakai sebagai penguat apabila ada hadis yang lebih kuat menjelaskan senada dengan hadis da’if tersebut. Misalnya penafsiran al-Qurtubi tentang penciptaan manusia pertama yang terdapat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi      yang artinya Allah menciptakan Adam dengan tanganNya sendiri langsung dari tanah selama 40 tahun. Setelah kerangka itu siap lewatlah para malaikat di depannya. Mereka terperanjat karena amat kagum melihat indahnya ciptaan Allah itu dan yang paling kagum adalah iblis lalu dipukul-pukulnya kerangka Adam tersebut lantas terdengar bunyi seperti periuk belanga dipukul; seraya ia berucap”  . Jika dicermati penafsiran al-Qurthubi terhadap ayat tersebut tidak didukung oleh argument yang kuat karena proses penciptaan adam selama 40 tahun seperti yang dikemukakan oleh al-Qurthubi tidak diketahui rujukannya baik dalam al-Qur’an maupun hadis. Penjelasan yang dikemukan oleh al-Qurthubi terhadap ayat tersebut sulit untuk diterima karena penjelasan demikian seolah menyerupakan perbuatan tuhan dengan perbuatan makhlukNya. Hal tersebut menyebabkan pemahaman terhadap petunjuk al-Qur’an menjadi tafsir taḥlīlī mendapatkan kritik dari Malik bin Nabi yang mengatakan bahwa tujuan utama para ulama menggunakan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman dan pembuktian kemukjizatan al-Qur’an. Kritik ini bisa diterima kalau yang dimaksud adalah pada tahap awal dari lahirnya metode ini, karena dalam kenyataannya hal tersebut tidak ditemukan kecuali pada tafsir tahlili yang bercorak kebahasaan. Ditinjau dari konteks kebahasaan ini, disamping kelebihannya yang menonjol yakni pemahaman kosakata, tidak jarang juga ditemukan sang mufassir member makna yang berlebih atau berkurang dari apa yang seharusnya ditampung oleh kata yang ditafsirkannya. Kitab tafsir yang menekankan uraiannya pada hukum/qh banyak yang dikritik karena penulisannya terlalu menekankan pada pandangan 36 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 60-6137 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 379. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 15D. RAGAM METODE TAFSIR TAHLILI Secara tehnis dalam menggunakan metode ini, para mufassir tidak seragam ada yang menguraikannya secara ringkas dan sebaliknya ada yang menguraikannya secara terperinci. Menurut Abdul Hayy al-Farmawi ada beberapa ragam tafsir tahlili di antaranya, tafsir bi al- Ma’tsur, tafsir bi al-Ra’yi, tafsir ash Shu, tafsir al Fiqhi, tafsir al Falsa, tafsir al ilmi dan tafsir al Adabi Al Tafsīr bi al-Ma’tsur riwayatSecara bahasa tafsir bil ma’tsur yaitu penafsiran yang menjadikan riwayat sebagai sumber penafsiran sehingga tafsir bil ma’tsur dikenal juga dengan sebutan tafsir bil riwayah/ tafsir dengan periwayatan atau dengan sebutan lain tafsir bi al manqul/ tafsir dengan menggunakan pengutipan. Jadi, Tafsir bil ma’tsur merupakan suatu bentuk penafsiran yang berdasarkan ayat al-Qur’an, hadis nabi, pendapat sahabat atau tabi’in. Pertama, penafsiran ayat al-Qur’an dengan ayat lain. Para ahli tafsir berpendapat bahwa ayat-ayat al-Qur’an saling menafsirkan satu ayat dengan ayat yang lain. Di antaranya ada ayat atau ayat-ayat lain menjabarkan apa yang diungkapkan pada ayat-ayat tertentu. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 1 terdapat kata al-Muttaqin yang kemudian dijabarkan oleh ayat yang berada sesudahnya pada ayat 3-5 yang berbunyi                         Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan kepada mereka dan mereka yang beriman kepada kitab al-Qur’an yang telah diturunkan sebelummu serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk 38 Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidayah  al-Tafsir al-Maudhu’i, h. 24 Rosalinda16 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019dari Tuhannya dan mereka orang-orang yang ada juga ayat-ayat yang panjang lebar menjelaskan ayat-ayat yang mengandung informasi yang lebih ringkas, seperti kisah nabi Musa pada satu surah di jelaskan secara ringkas sementara di surah yang lain diungkapkan lebih rinci. Kemudian ayat-ayat yang mengandung pengertian global dijelaskan ayat-ayat yang mengandung pengertian khusus. Jadi ada ayat-ayat yang am ditafsirkan oleh ayat-ayat yang khas. Ayat-ayat yang mujmal dijelaskan oleh ayat-ayat yang mubayyan. Begitu pula informasi yang terdapat dalam satu ayat kadang kala terlihat tidak sama dengan ayat yang terdapat pada ayat lain. Penafsiran ayat-ayat itu dikompromikan pengertian-pengertian Penafsiran ayat al-Qur’an dengan hadis nabi saw. Hadis nabi dijadikan para mufassir sebagai bahan yang penting dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an karena setelah al-Qur’an otoritas dalam menafsirkan al-Qur’an berada di tangan nabi Muhammad Saw. Ketiga, Penafsiran ayat al-Qur’an dengan pendapat para sahabat. Generasi sahabat merupakan orang yang paling memahami al-Qur’an setelah Nabi Saw. wafat karena mereka hidup pada saat al-Qur’an masih diturunkan. Mereka mendapat penjelasan langsung dari nabi yang paling paham dengan petunjuk al-Qur’an serta serta terlibat langsung dengan situasi dan kondisi saat al-Qur’an turun. Maka tidak heran jika pendapat-pendapat para sahabat dijadikan bahan penting oleh para mufassir dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. Keempat, Penafsiran al-Qur’an dengan pendapat para tabi’in. Generasi tabi’in dianggap sebagai orang yang paling paham penjelasan al-Qur’an setelah generasi para sahabat karena mereka belajar dengan para sahabat. Oleh sebab itu maka pendapat-pendapat generasi thabi’in dianggap membantu generasi selanjutnya dalam memahami petunjuk al-Qur’ Dalam sejarah munculnya tafsir bil ma’tsur dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu periode Riwayah dan periode Tadwin. 39 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 176. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 17Pertama, Periode Riwayah yaitu masa Rasulullah para shahabat dan tabi’in. Rasul menjelaskan apa yang terkandung dalam makna al-Qur’an kepada para shahabat. Para shahabat adakalanya meriwayatkan kepada yang lain dan kemudian meriwayatkan kepada tabi’in. Oleh karena itu, periode ini disebut juga dengan periode Syafahiyah yaitu pengajaran secara langsung. Kedua, Era Tadwin pembukuan. Pada periode ini dilakukan pencatatan dan pembukuan segala yang diriwayatkan dari Rasulullah dan para shahabat. Jadi, pembukuan telah dimulai pada masa shahabat, tetapi penyusunannya secara sistematis sebagai ilmu yang mandiri dan terpisah dari hadis secara sempurna baru terjadi pada abad ketiga hijriyah. Metode tahlili dengan pendekatan tafsir bi al-matstur memiliki kelebihan, diantaranya Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-Quran, Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika meyampaikan pesan-pesannya, Megikat mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat, sehingga membatasinya terjerumus dalam subjektitas berlebihan. Namun tafsir bil ma’tsur sangat rentan terhadap masuknya pendapat-pendapat di luar Islam, seperti kaum zindiq Yahudi, Parsi, dan Parsi, dan masuknya hadits-hadits yang tidak Selain itu, terjerumusnya sang mufasir dalam uraian kebahasaan dan kesustrasaan yang bertele-tele sehingga pesan pokok al-Quran menjadi kabur dicelah uraian itu, Seringkali konteks turunnya ayat uraian asbab nuzulatau situasi kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian nasikh mansukh hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali, sehingga ayat tersebutbagaikan turun bukan dalam satu masa atau berada ditengah-tengah masyarakat tanpa Tafsīr bi al-Ra’yiTafsir bil ra’y merupakan bentuk penafsiran yang bedasarkan hasil nalar ijtihad mufassir sendiri sehingga corak penafsiran mendapat ruang gerak yang luas seperti corak 40 Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses oset, 2008, Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan Masyarakat, Bandung Mizan, 1992, Rosalinda18 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019lsafat, teologi, hukum, sastra, bahasa dan ilmu Ditinjau dari penekanan penyajian penafsirannya meliputi beragam corak disiplin ilmu seperti hukum, tasawuf, lsafat, ilmu pengetahuan, bahasa dan sosial budaya. Corak penafsiran yang beragam berguna dalam memberikan informasi yang rinci pada pembaca terkait situasi yang dialami, kecendrungan dan keahlian setiap pakar Tafsir bi al-Ra’yi merupakan penafsiran yang menjadikan rasio atau hasil pemikiran seorang mufassir sebagai titik tolak sehingga perbedaan antara para mufassir sulit dihindari dibandingkan dengan tafsir bi al-ma’tsur. Oleh sebab itu beberapa ulama tidak menerima penafsiran dengan corak ini serta menamainya dengan istilah al- tafsir bi al hawa, tafsir berdasarkan hawa nafsu. Namun sebagian besar ulama yang menerima tafsir dengan corak ini namun dengan syarat-syarat tertentu. Beberapa ayat yang menjadi dalil dibolehkannya tafsir bil ra’y di antaranya sebagai berikut      Apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci? Muhammad/4724        Ini adalah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah agar mereka memperhatikan ayat-ayat dan orang-orang yang mempunyai pikiran dapat memperoleh pelajaran darinya Shad/3829Di antara syarat-syarat yang diberlakukan pada para mufassir dalam menggunakan bentuk tafsir ini adalah memiliki pengetahuan tentang bahasa Arab dan segala seluk beluknya, menguasai ilmu-ilmu al-Qur’an, menguasai ilmu-ilmu yang 42 Lihat Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 6-7. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 19berhubungan dengan ilmu-ilmu al-Qur’an misalnya ushul qh dan hadis, berakidah yang benar. Mengetahui prinsip-prinsip pokok agama Islam, menguasai ilmu yang berhubungan dengan pokok bahasan ayat yang Selain itu para mufassir mempunyai iktikad yang lurus dan benar serta selalu menepati ketentuan agama, ikhlas, berpedoman pada riwayat yang maqbul dan menjauhi bid’ Sementara itu Ali Hasan al-Arid mengemukakan ada enam hal yang mesti dihindari para mufassir yang hendak menggunakan tafsir dengan bentuk bil ra’y yaitu memaksakan diri mengetahui makna yang dikehendaki Allah pada suatu ayat sementara ia sendiri tidak memenuhi syarat untuk itu, mencoba menafsirkan ayat-ayat yang maknanya hanya diketahui oleh Allah swt, mena fsirkan ayat-ayat al-Qur’an karena dorongan hawa nafsu dan sikap istihsān penetapan hukum suatu perkara tidak berdasarkan alasan hukum yang tepat menurut nash, menafsirkan ayat-ayat menurut makna yang tidak terkandung di dalamnya, menafsirkan ayat untuk mendukung mazhab atau aliran sesat tertentu dengan cara menjadikan paham aliran atau mazhab tersebut, menafsirkan ayat-ayat disertai kepastian bahwa makna itulah yang dikehendaki Allah tanpa dukungan dalil-dalil atau memutlakan pendapatnya sendiri dan menyalahkan pendapat yang contoh tafsīr bil ra’y yaitu, dari penjelasan Al-Baqarah 115, yaitu sesuai dengan maksud ayat surat al-Baqarah ayat 150 berikut          “niscaya di sana ada Allah, artinya di tepat itu ada Allah, yaitu tempat yang disenangi-Nya dan diperintahkan-Nya kamu untuk menghadap-Nya di situ”. 44 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. Malik Ibrahim, Corak dan Pendekatan Tafsir al-Qur’an, Sosio Religia, Vol 9, Nomor 3 Mei 2010, h. Ali Hasan al-Arid, Tārikh ilm al-Tafsir wa Manāhij al-Mufassirīn, terjemahan Ahmad Akrom, Sejarah dan Metodologi Tafsir Jakarta Rajawali Press, 1992, Rosalinda20 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Yang dimaksud ialah apabila kamu terhalang melakukan shalat di Masjidil Haram dan Baitul Maqdis, maka janganlah khawatir sebab permukaan bumi telah Ku-jadikan masjid tempat sembahyang bagimu. Dari itu, kamu boleh sembahyang di tempat mana saja di muka bumi ini, dan silakan menghadap ke arah mana saja yang dapat kamu lakukan ditempat itu, tidak terikat pada masjid tertentu dan tidak pula yang lain, demikian pula tidak terikat lokasi mana pun. Hal itu dimungkinkan karena Allah Maha Lapang dan Maha Luas. Dia ingin memberi kelonggaran dan kemudahan kepada hamba-hamba-Nya lagi Maha Mengetahui tentang kemashlahatan dan kebutuhan mereka. Latar belakang ini berdasarkan dengan latar belakang turunnya ayat yang berkenaan dengan shalatnya seorang musar di atas kendaraan di mana dia menghadap arah Tafsir ShuCorak Tafsir Shu mulai muncul saat ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan pesat serta kebudayaan Islam tersebar di penjuru dunia dan mengalami kemajuan dalam berbagai aspeknya. Tafsir dengan corak ini lebih fokus pada aspek dan dari sudut esoterik atau isyarat-isyarat yang tersirat dari ayat oleh para tasawuf. Metode dengan corak ini dibagi menjadi dua yaitu, teoritis dan praktis. Pada bentuk teoritis, mufasir menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan mazhabnya dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka menta’wilkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan penjelasan yang menyimpang dari pengertian tekstual yang telah dikenal dan didukung oleh dalili Syar’i. Sementara dalam bentuk praktis, mufasir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan berdasarkan isyarat-isyarat tersembunyi. Oleh para ulama tafsir yang sejalan dengan al-Tasawuf al Nazhari dinamakan al-Tasawuf al Shu al Nazhari, sementara tafsir yang sesuai dengan al-Tasawuf al-Amali disebut dengan al-Tafsir al- contoh penafsiran dalam tafsir shu47 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 180. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 21“dan Kami mengangkatnya ke tempat paling tinggi”. 57. Ia berkata, “tempat paling tinggi adalah tempat yang diputari rotasi alam raya, yaitu orbit matahari. Disitulah maqam tempat tinggal rohani Idris....”. kemudian Ia berkata lebih lanjut “adapun kedudukan bukan tempat paling tinggi adalah tempat untuk kita, umat Muhammad, sebagaimana telh dijelaskan-Nya,kalian adalah orang-orang yang paling tinggi dan Allah pun senantiasa bersama kalian 35. Jadi yang maksudkan berkenaan dengan Idris ini adalah ketinggian tempat, bukan ketinggian dengan corak ini dapat diterima dengan beberapa syarat, di antaranya, Tidak meninggalkan makna lahir atau pengetahuan tekstual al-Qur’an, Penafsiran diperkuat oleh dalil syara’ yang lain, Penafsiran tidak bertentangan dengan syara’, Mengakui pengertian tekstual terlebih 4. Tafsir FikihCorak Tafsir Fikih adalah tafsir yang lebih cendrung pada tinjauan hukum dari ayat yang di tafsirkan. Tafsir ini banyak di temukan dalam kitab-kitab kih yang dikarang oleh imam-imam dari berbagai mazhab yang berbeda. Tafsir ini muncul seiring dengan kemunculan tafsir bil ma’tsur. Hal tersebut karena dalam pembinaan masyarakat Islam di Madinah nabi banyak sekali mendapat pertanyaan dari para sahabat terkait dengan pertanyaan hukum. Kemudian jawaban-jawaban nabi tersebut secara lisan diriwayatkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Para sahabat setelah Rasulullah wafat banyak melakukan ijtihad dalam menetapkan hukum-hukum terkait dengan persoalan-persoalan yang belum ada pada masa Rasulullah dan tidak ditemukan hadis yang membahas persoalan 48 Manna Khil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur ’an, Roshian Anwar, Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka Setia, 2005, h. M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 179. Rosalinda22 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 20195. Tafsir Falsa Tafsir Falsa merupakan ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan lsafat. Pendekat lsafat yang digunakan adalah pendekatan yang berusaha melakukan sintesis dan siskretisasi antara teori-teori lsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an, selain itu juga menggunakan pendekatan yang berusaha menolak teori-teori lsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Di antara ulama yang membela pemikiran lsafat adalah Ibn Rusyd seorang losof terkenal yang berasal dari spanyol Islam dengan menulis buku dengan judul Tahafut al Tahafut yang berisi sanggahan terhadap karya Imam al-Ghazali yaitu Tahafut al Falāsifah. Sementara ulama yang dianggap menolak pemikiran lsafat di antaranya Imam al-Ghazali dan Fakh al Din al-Razi dengan kitab tafsirnya Mafātih 6. Tafsir IlmiTafsir ini mulai muncul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, sehingga tafsir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan almiah atau dengan menggunakan teori- teori ilmu pengetahuan. Dalam tafsir ini mufasir berusaha mengkaji Al-Qur’an dengan dikaitkan dengan gejala atau fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Namun, yang sangat disayangkan adalah pada tafsir ini terbatas pada ayat-ayat tertentu dan bersifat parsial, terpisah dengan ayat-ayat lain yang berbicara pada masalah yang sama. Dalam perkembangannya saat ini tafsir ilmi menjadi tafsir maudhū’I karena ayat-ayat al-Qur’an dipilah pilah dalam disiplin ilmu lalu ditafsirkan merujuk pada teori-teori 7. Tafsir Adab Al-Ijtima’i Tafsir Adabi Al-Ijtima’i adalah suatu metode tafsir yang coraknya menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat Al-Qur’an yang 51 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 183. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 23berkaitan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah kemasyarakatan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dengan mengemukakannya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengar. Para mufassir dalam corak tafsir ini tidak membahas secara rinci penjelasan pengertian bahasa yang rumit namun menurut mereka yang penting adalah menyampaikan misi al-Quran terhadap pembaca. Corak tafsir ini baru muncul pada masa Para mufassir ada yang menyajikan penjelasan terhadap ayat-ayat secara terperinci dengan menggunakan Tafsir taḥlīlī bil ma’tsur. Di antara kitab tafsir yang masuk ke dalam kelompok al-Ma’tsur adalah tafsir karya Ibn Jarir al-abari H berjudul Tafsīr al-abari, Tafsīr al-Qur’an al-Azhim karya Ibnu Katsir dan al-Durr al-Mantsur  tafsir bi al-Ma’tsur karangan al-Suyuthi H. Sementara kitab tafsir bi al-ra’yu di antaranya adalah al-Jami’ al Ahkām al-Qur’an karya al-Qurthubi, Kitab tafsir al-Tafsīr al-Kabīr wa Mafātih al-Ghayb karangan Fakhr al-din al-Razi w. 606 H dan al-Kasyāf an haqaiq al-Tanzil wa uyun al-aqawil  wujuh al-ta’wīl karya Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari w. 538. Berikut contoh tafsir bil ra’y yang beorientasi pada corak disiplin tertentu seperti corak hukum Ahkām al-Qur’an karya Jashshash w. 370, Bercorak su Haqaiq al-Tafsīr karya al-Sulami w. 412, bercorak ilmu pengetahuan al-Qur’an wa ilmu Hadits karya Abd al-Razzaq Naufal w. 1354, serta tafsir yang bercorak sastra sosial kemasyarakatan tafsīr al-Maraghi karya Ahmad Mustafa al-Maraghi w. 1945 M.54E. LANGKAHLANGKAH PENAFSIRAN TAHLILI DAN CONTOHNYADalam menerapkan metode ini pada umumnya mufassir menjelaskan makna yang terkandung dalam al-Qur’an, ayat demi 53 Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidāyah  al-Tafsīr al-Maudhū’i, h. Lihat Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. 50. Rosalinda24 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019ayat dan surat demi surat sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam al-Qur’an mushaf. Penyajian meliputi berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti kosakata, latar belakang turun ayat asbab nuzul ayat, munasabah ayat, pendapat-pendapat berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut baik yang disampaikan nabi, sahabat maupun para tabi’ Mufassir dalam menggunakana Metode tahlili dalam menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dilakukan dengan menempuh cara sebagai berikut Per tama , Menyebutkan sejumlah ayat pada awal pembahasan Pada setiap pembahasan dimulai dengan mencantumkan satu ayat, dua ayat, atau tiga ayat Al Qur’an untuk maksud tertentu, yaitu keterangan global ijmal bagi surat dan menjelaskan maksudnya yang Kedua, Menjelaskan arti kata-kata yang sulit. Setelah menafsirkan dan menyebutkan ayat-ayat yang akan dibahas kemudian diuraikan lafadz yang sulit bagi kebanyakan pembaca. Penafsir meneliti muatan lafadz itu kemudian menetapkan arti yang paling tepat setelah memerhatikan berbagai hal yang munasabah dengan ayat itu. Ketiga, Memberikan garis besar maksud beberapa ayat. Untuk memahami pengertian satu kata dalam rangkaian satu ayat tidak bisa dilepaskan dengan konteks kata tersebut dengan seluruh kata dalam redaksi ayat itu. Keempat, Menerangkan konteks ayat. Untuk memahami pengertian satu kata dalam rangkaian satu ayat tidak bisa dilepaskan dengan konteks kata tersebut dengan seluruh kata dalam redaksi ayat itu. Kelima, Menerangkan Sebab-sebab turun ayat. Menerangkan sebab-sebab turun ayat dengan berdasarkan riwaat sah. Dengan mengetahui sebab turun ayat akan membantu dalam memahami ayat. Hal ini dapat dimengerti karena ilmu tentang sebab akan menimbulkan ilmu tentang akibat. Keenam, Memerhatikan keterangan-keterangan yang bersumber dari nabi dan sahabat atau tabi’in. Cara menafsirkan al-Qur’an yang terbaik adalah mencari tafsirannya dari al-Qur’an, apabila tidak dijumpai di dalamnya maka mencari tafsirannya dari sunnah. Apabila sunnah 55 Nasharuddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, h. Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Yogyakarta Pustaka Belajar, 2007, h. 68. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 25tidak dijumpai, maka dikembalikan kepada perkataan sahabat dan tabiin. Ketujuh, Memahami disiplin ilmu tertentu. Dinamika transformasi peradaban akan membawa pengaruh terhadap pemahaman al-Qur’an. Sudah jelas Al Qur’an sangat menghargai transformasi peradaban yang sarat dengan inovasi-inovasi ilmiah. Al-Qur’an sangat menghargai penemuan-penemuan ilmiah dengan berprinsip pada ada tidakya redaksi ayat yang dapat membenarkan penemuan umum langkah-langkah dalam metode tahlili dalam kitab-kitab tafsir meliputi tujuh langkah. Per tama , penjelasan munasābah ayat baik antara ayat satu dengan ayat yang lain maupun antara satu surah dengan surah lain. Kedua, penjelasan sebab turun ayat jika ada. Ketiga, pengertian umum kosa kata ayat dalam al-Qur’an terkait juga dengan i’rab dan ragam qira’at. Keempat, penyajian kandungan ayat secara umum dan maksudnya. Kelima, penjelasan kandungan balāghah al-Qur’an. Keenam, penjelasan hukum qh yang diambil dari ayat. Ketujuh, menerangkan makna dan tujuan syara’ yang terdapat dalam al-Qur’an yang disandarkan pada ayat-ayat lainnya, hadits Nabi Saw, pendapat para sahabat dan tabi’in selain ijtihad mufassir sendiri. Terutama tafsir yang bercorak al- tafsir al’ilmi penafsiran dengan ilmu pengetahuan atau al-Tafsīr al-Adabi al-Ijtima’i umumnya mengutip pendapat para ilmuan sebelumnya, teori ilmiah dan Dalam prakteknya para mufassir dalam menggunakan metode tahlili tidak sama dalam urutan langkah-langkahnya. Ada juga yang tidak menggunakan salah satu dari langkah tersebut, jadi lebih tergantung kepada hal yang dipandang penting oleh mufassir. Berikut contoh penggunaan langkah-langkah dalam metode taḥlīlī pada kitab tafsir karangan al-abari dan Fakhrudin al-Razi dan tafsir Ibn Asyur. 57 Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, h. M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulum al-qur’an, h. 173-174. Selanjutnya h-h yang berkembang dari langkah-langkah metode tafsir tahlili adalah menampilkan faedah dari nash ayat, hikmah persyariatan dalam ayat, I’jaz keilmuan dalam nash al-Qur’an, penjelasan historis masyarakat, kandungan pengetahuan insane dan sosial kontemporer. Lihat Saeful Rokim, Mengenal Metode tafsir tahlīli, Jurnal staialhidayah bogor, 2017, h. 53. Rosalinda26 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 20191. Tafsir karya al-abari HTafsir al-abari merupakan tafsir pertama di antara kitab-kitab tafsir dari segi zaman karena merupakan tafsir bil ma’tsur yang paling tua yang sampai ke tangan kita dan dari segi penulisan dan penyusunan karena memiliki metode tersendiri yang menarik yang menjadikannya berbobot dan Al-abari dalam menafsiran al-Qur’an menggunakan metode taḥlīlī. Dia memulai penafsirannya dengan menyebutkan terlebih dahulu nama surah, penjelasan sebab turun ayat jika ada, kemudian masuk kepada penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan menampilkan riwayat-riwayat dari Nabi Saw, sahabat dan para tabi’in dalam setiap penafsirannya. Setelah itu menjelaskan perbedaan qira’at bila ayat al-Qu’an yang dibahas mengandung perbedaan-perbedaan qira’at. Dalam menjelaskan ayat al-Qur’an bila terdapat perbedaan riwayat tentang makna kata dari suatu ayat al-Qur’an, dia menampilkan terlebih dahulu perbedaan itu kemudian melakukan tarjih terhadap pendapat yang Tafsir karya Fakhr al Razi w. 606 H Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya al-Tafsīr al-kabīr wa mafātih al-Ghayb menggunakan metode taḥlīlī. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an al-Razi memulainya dengan menyebutkan munāsabah ayat. Setelah itu ia menyajikan berbagai macam qira’at dan juga sebab turun ayat jika surat tersebut memiliki asbābun nuzūl ayat. Ia juga melakukan analisis bahasa secara panjang lebar. Menyebutkan nama surat, tempat turun dan jumlah ayatnya, misalnya surat al-Zalzalah. Surat ini termasuk dalam kategori surat Madaniyah dan terdiri dari delapan ayat. Al-Razi juga seringkali menyajikan pertanyaan-pertanyaan ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Dan pada akhir setiap penafsiran surat, al-Razi menutupnya dengan wallahu a’lam dan ucapan shalawat kepada Nabi Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsīr wa al Mufassirūn, Kairo Maktabah Wahbah, 19976 Juz I/ Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, Jakarta Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 17. 61 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir, h. 59-61. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 273. Tafsir Ibn Asyur HDalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, Ibn Asyur menggunakan metode taḥlīlī. Dalam menyajikan penafsiran dalam kitab tafsirnya, ia terlebih dahulu menjelaskan nama surah dan nama-nama lainnya jika ada, menjelaskan keutamaannya, menjelaskan Makkiah atau Madaniyah ayat dan jumlah ayat. Menjelaskan kandungan surah secara global dalam poin-poin yang berbeda-beda sesuai dengan masalah dan tema yang dibahas dan sesuai dengan susunannya dalam al-Qur’an. Menjelaskan kandungan ayat demi ayat atau beberapa ayat yang memiliki masalah atau tema yang sama secara rinci. Dimulai dari pemaknaan kosakata dengan i’rab dan pemaparan i’jaz lughawi-nya terkadang menjadikan syair-syair Arab jahili sebagai syawāhid atau penguat kebahasaannya. Ibnu Asyur juga memberikan penjelasan tentang munāsabah ayat, sebab turun ayat, naskh dan mansukh dan CONTOH METODE TAFSIR TAHLILI ALTHABARIUntuk menggambarkan penafsiran ayat al-Qur’an yang menggunakan metode tafsir taḥlīlī, berikut kutipan penafsiran potongan ayat 34 dalam surat an-Nisa’ [4] yang ditafsirkan oleh al-abari dalam karyanya Jami’ al-Bayān  Tafsīr al-Qur’an al-Karīm jilid 1.                                                 Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah Rosalinda28 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha   “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita” adalah kaum laki-laki merupakan orang yang bertugas mendidik dan istri-istri mereka dalam melaksanakan kewajiban terhadap Allah dan suami      , yakni kelebihan yang Allah berikan kepada kaum laki-laki atas istri-istr inya itu disebabkan pemberian mahar, pemberian nafkah dari hartanya dan merekalah yang mencukupi kebutuhan isti-istri mereka. Itu merupakan keutamaan yang Allah berikan kepada kaum laki-laki atas istri-istri mereka. Oleh karena itu mereka menjadi pemimpin atas istri-istri mereka sekaligus orang yang melaksanakan apa yang Allah wajibkan kepada mereka dalam urusan istri-istri mereka. Kemudian al-abari menyebutkan beberapa riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut, di antaranya                                              Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang suami yang menampar istrinya, kemudian dia dilaporkan kepada Rasulullah Saw tentang perbuatannya itu, dan Rasulullah memutuskan qishash Lalu al- abari menyebutkan 62 Surat an-Nisa’ 4 ayat Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān an ta’wīl ayatil Qur’an, Beirūt Dār al Fikr, 2005, h. Redaksinya                  Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 29beberapa riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Di antaranya                    .                    ”        .   “ Makna Firman Allah     adalah itu karena mereka laki-laki telah memberikan mahar kepada perempuan, serta menginfakkan nafkah kepada kaum perempuan. Lalu al-abari menyajikan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Dengan demikian maknanya adalah kaum laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah memberikan kelebihan kepada mereka dan karena mereka telah memberikan nafkah kepada kaum perempuan yang diambil dari sebagian harta mereka. Huruf  pada rman Allah    dan   mengandung makna mashdar  masdariyyah.66 Takwil rman Allah         . Makna rman Allah  wanita yang shalih adalah wanita-wanita yang lurus dalam menjalankan agama dan melakukan kebaikan, lalu al-abari menyajikan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Ada yang berpendapat bahwa maksud rman Allah  adalah wanita-wanita yang taat kepada Allah dan suami-suaminya. Lalu al-abari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Makna rmannya    adalah wanita-wanita yang menjaga diri saat suaminya sedang tidak ada ditempat, baik dengan menjaga kemaluan, kehormatan dirinya, maupun harta suaminya serta memelihara dirinya dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya baik menyangkut hak Allah maupun hak Lalu al-abari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2421. Rosalinda30 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Terjadi perbedaan pendapat qira’at dalam membaca rman Allah   , mayoritas qari membaca rman Allah itu dengan qira’at yang berlaku diberbagai belahan dunia Islam dengan rafa’ lafaz Allah yang maknanya adalah dengan pemeliharaan Allah terhadap mereka sebab Allah telah membuat mereka menjadi seperti itu. Maksudnya yaitu dipelihara oleh dzatnya. Lalu al-abari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Abu Ja’far Yazid bin al Qa’qa’ al Madani membacanya   ﺏ, yang maknanya adalah karena mereka istri-istri memelihara Allah dengan menaati-Nya dan menunaikan hak-Nya sesuai dengan yang Allah perintahkan kepada mereka yaitu memelihara diri ketika suami mereka sedang tidak ada di tempat. Qira’at yang benar untuk rman Allah tersebut adalah qira’at yang muncul tanpa mengandung cacat dan dapat ditetapkan hujjahnya. Qira’at yang benar adalah qira’at dengan rafa’ nama Firman Allah      , ahli ta’wil berbeda pendapat tentang makna rman Allah tersebut. Sebagian berpendapat bahwa maknanya adalah wanita-wanita yang kalian ketahui nusyuznya. Menurut mereka kata takut dirubah menjadi tahu, sebagaimana ucapan seorang penyair           Jangan sekali-sekali engkau menguburku di tanah yang tandus, sesungguhnya aku takut, jika aku mati kelak, aku tidak akan dapat merasakannya khamer lagi. Maknanya adalah “sesungguhnya aku mengetahui”.Makna kata nusyuz pada rman Allah  adalah kecongkakan mereka terhadap suami mereka, penghindaran mereka dari tempat tidur suami mereka dengan melakukan kemaksiatan, menyalahi suami mereka pada hal-hal yang diwajibkan oleh Allah kepada mereka untuk taat kepada suami mereka, kebencian mereka, dan keberpalingan mereka dari suami-suami mereka. Makna asal kata an-nusyuyz adalah al-Irtifā’ meninggi. Oleh karena itu, tempat yang tinggi disebutkan dengan nasyz dan Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2428. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 31Makna rman-Nya   adalah ingatkanlah mereka kaum perempuan atau para istri kepada Allah dan takutilah mereka dengan ancaman Allah bila mereka melakukan hal-hal yang telah diharamkan Allah kepada mereka, padahal Allah telah mewajibkan mereka untuk taat kepada suami rman Allah    , ahli ta’wīl berbeda pendapat tentang makna rman Allah tersebut. Sebagian berpendapat bahwa makna rman Allah tersebut adalah “Wahai para suami nasehatilah mereka istri-istri kalian terkait dengan nusyuz yang mereka lakukan terhadap kalian. Jika mereka enggan kembali kepada kebenaran dalam hal itu, sementara telah diwajibkan terhadap mereka atas kalian, maka pisahkanlah mereka dengan tidak menggauli mereka ditempat tidur kalian. Sementara ahli ta’wīl lainnya berpendapat bahwa maknanya adalah pisahkanlah mereka. Acuhkanlah mereka karena mereka tidak bersedia tidur bersama kalian, hingga mereka kembali ketempat tidur al hajr dalam bahasa Arab hanya memiliki salah satu dari tiga makna berikut ini1. Hajara ar-ra jul kalāma ar-ra juli wa haditsahu seseorang menolak dan tidak bicara dengan orang lain. Maksudnya dia menolah dan tidak berbicara dengan orang itu. 2. Banyak bicara dengan mengulang-ulang pembicaraan tersebut, seperti perkataan orang yang mengejek. Dikatakan Hajara Fūlanuhu  kalāmihi hajrān Fulan berbicara tidak karuan dan memanjangkan Hajara al ba’iira seseorang mengikat unta, maksudnya, pemiliknya mengikatnya dengan hijar yaitu tali yang diikatkan di kedua pahanya dan pergelangan kaki bahasa Arab, al-hajar hanya memiliki salah satu dari tiga makna tersebut. Jadi, suami dari seorang istri yang dikhawatirkan berbuat nusyuz hanya diperintahkan untuk mengingatkan istrinya agar taat kepada dirinya dalam hal-hal yang telah Allah wajibkan 70 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2428. Rosalinda32 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019kepada istrinya yaitu menyetujuinya bila ia mengajak istrinya itu ke tempat tidurnya. Takwil rman Allah  maknanya adalah “wahai para suami, nasehatilah istri kalian tentang perbuatan nusyuz mereka. Jika mereka menolak untuk kembali kepada kewajiban mereka, yaitu taat kepada Allah, maka ikatlah mereka dengan tali, di rumah mereka dan pukullah mereka agar mereka kembali kepada kewajiban mereka yaitu taat kepada Allah dalam kewajiban mereka terkait dengan hak kalian. Sifat pukulan yang dobolehkan Allah kepada suami adalah pukulan yang tidak rman Allah       maknanya adalah “Wahai manusia, jika istri-istrimu yang kalian khawatirkan nusyuznya ketika kalian menasehati mereka, maka janganlah kamu memisahkan di tempat tidur mereka. Jika mereka tidak menaati kalian, maka pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Jika ketika itu mereka kembali menaati kalian dan kembali kepada kewajiban kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyakiti dan menyusahkan mereka dan janganlah kalian mencari-cari cara untuk meraih sesuatu yang tidak halal bagi kalian dari tubuh dan harta mereka dengan suatu alasan. Takwil rman Allah      maknanya adalah Allah berrman sesungguhnya Allah Maha Tinggi atas segala sesuatu, maka janganlah kalian wahai manusia mencari-cari jalan untuk menyusahkan istri-istri kalian pada apa-apa yang Allah wajibkan kepada mereka terhadap hak KESIMPULANMetode tafsir taḥlīlī dalam perkembangannya dianggap muncul setelah metode ijmālī karena pada masa sahabat, mayoritas sahabat tidak membutuhkan penjelasan yang rinci, hal tersebut disebabkan kemampuan bahasa Arab sahabat yang memadai sehingga tidak memiliki kesulitan dalam memahami ayat al-71 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2434. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 33Qur’an dan banyak para sahabat yang menyaksikan bahkan terlibat langsung dengan kondisi saat ayat al-Qur’an diturunkan. Namun seiring perkembangan zaman, umat Islam jumlahnya semakin bertambah tidak hanya dari orang Arab tapi juga non-Arab yang membutuhkan penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci. Oleh karena itu Metode taḥlīlī hadir menyajikan tafsir al-Qur’an berdasarkan urutan ayat-ayat al-Qur’an dalam mushaf ditinjau dari berbagai aspeknya. Jadi, metode tafsir taḥlīlī ini dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam, yaitu tafsir bi al-Ma’tsūr, bi al-Ra’yi, Shūfī, Fiqhī, Falsafī, Ilmī, dan Adabī al-Ijtimā’ī. Semua bentuk tafsir taḥlīlī memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri. Tafsir bi al ma’tsūr adalah tafsir yang penafsirannya dengan menggunakan ayat-ayat lain, riwayah Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Tafsir bi al-ra’yi adalah tafsir yang penafsirannya menggunakan metode ijtihad dan penalaran. Tafsir shu adalah tafsir yang menekankan pada isyarat-isyarat yang terdapat pada ayat yang dikemukakan oleh tasawuf. Tafsir qhī adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang ditafsir. Tafsir falsafī adalah tafsir yang menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan lsafat. Tafsir ilmī adalah tafsir yang menggunakan pendekatan ilmiah atau teori-teori ilmu pengetahuan. Tafsir yang terakhir adalah adabī al-ijtimā’ī , yaitu tafsir yang menjelaskan kepada hubungan dengan kemasyarakatan. Tafsir taḥlīlī jika dibandingkan dengan metode tafsir lainnya memiliki ciri khusus, ciri-ciri tersebut adalah Pertama , Para Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf utsmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat an-Nas. Kedua, Para Mufasir menjelaskan makna yang terkandung dalam al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik makna harah setiap kata maupun asbābun nuzulnya. Ketiga, Jika dilihat Bahasa yang digunakan metode taḥlīlī tidak sesederhana yang dipakai metode tafsir halnya metode tafsir yang lain, metode tafsif taḥlīlī ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Di antara kelebihan tafsir ini adalah ruang lingkupnya luas, memuat berbagai ide dan masih banyak lagi kelebihan dari tafsir ini. Sementara itu di antara kekurangan metode ini yaitu al-Qur’an sebagai Rosalinda34 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019petunjuk terlihat menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran isra’iliat, dan lain-lain. Dalam sejarahnya Metode tafsir tahlili dalam dunia Islam dimulai sejak ditulisnya tafsir Jamī’ul Bayān fī Tafsīr al-Qur’ān karya Ibnu Jarir at-abari. Karya at-abari ini dianggap sebagai tafsir tertua yang menggunakan metode tahlili. Imam at-abari dalam menjelaskan ayat-ayat demi ayat dengan menunjuk kepada Hadist Nabi, ucapan sahabat, aspek kebahasaan dan bebeberapa sumber lainnya untuk menjelaskan ayat tersebut. Upaya penafsiran seperti ini kemudian banyak diikuti oleh mufassir lain seperti Ibnu Katsir dan as-Suyuthi.[] Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 35DAFTAR PUSTAKAAnwar, Roshian, Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka Setia, Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar. Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern. Jakarta Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rohi, al-Mawrid A Modern Arabic-English Dictionary. Beirut Dar el Ilm lil Malayin, Muhammad Husain, al Tafsīr wa al-Mufassirūn. Mesir Dār al-Kutub al-Haditsah, 1976, Jilid. 1, cet. Abd Hayy. al-Bidāyah  al-Tafsīr al-Maudhū’i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū’iyyah. terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhū’I Dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, Muhsin Abd, Tathawwur tafsīr al-Qur’an, Dārul Kutub wa an-Nasyar, 1989. Hana, Hasan, Islam in the Modern World Vol. 1 Religion, Ideologi and Development. Heliopolis Dar Kebaa Bookshop, Malik, “Corak dan Pendekatan Tafsir al-Qur’an”, dalam Sosio Religia, vol 9, nomor 3 Mei Nasharuddin Baidan. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Jakarta Pustaka pelajar, Badri, Se jarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an. Bandung CV Pustaka Setia, Nur, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses oset, 2008Muhammad bin Mukrim bin Ali Abu al-Fadil Jamaluddin bin Manzur, Lisān al-Arabi, Juz 11, Beirut Dār Sadir, 1414 Fariz, “Tafsir sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan” dalam Pengantar Kajian al-Qur’an, Kusmana dan Syamsuri ed. Jakarta Pustaka al-Husna Baru, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Yogyakarta Pustaka Belajar, 2007 Rosalinda36 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Saeful Rokim, “Mengenal Metode tafsir taḥlīlī ”, Jurnal staialhidayah, Bogor, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman. Jakarta Gaung Persada Press, Hujair A. H., “Metode TafsirPerkembangan Metode Tafsirmengikuti warna atau corak mufassirin”, Al-mawarid, Muhammad Baqir, al Tafsīr al Maudhū’i wa al-Tafsīr al-Tajzii l Qur’anil karīm. Beirut Dar al Ta’aruf, M. Quraish, dkk. Sejarah dan Ulum al-Qur’an. Jakarta Pustaka Firdaus, Kaidah Tafsir Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur’an. Jakarta Lentera Hati, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan Masyarakat, Bandung Mizan, dan M. Karman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bandung Pustaka Islamika, 2012. Sya’i, Rachmat, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka SETIA, Abi Ja’far Muhammad bin Jarir, Jami’ al Bāyan an ta’wīl ayatil Qur’an. Beirut Dar al Fikr, Ahmad bin Faris bin, Mu’jam Maqāyis al-Lugah. Juz 2, Beirut Dār al-Fikr, 1999. Al-Zarkasyi, Badr al-Din, al Burhān  ulūm al-Qur’an. Beirut Dār al-Kutub al Ilmiyahh,1988, Jilid Abd al Azhim, Manāhil al-Irfan  Ulum al-Qur’an. Mesir Mustafa al-Babi al-Halabi, Jilid “Metode Tafsir Taḥlīlī ”, dalam Diya al-Afkar, Juni 2016. ... Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode tafsir tahlili. Metode tahlili atau yang disebut metode analisis adalah suatu metode tafsir yang menerangkan ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai aspek Rosalinda, 2020. Sumber data penelitian ini meliputi primer dan sekunder. ...Nadia AzkiyaEka Mulyo YunusRisda Alfi Fat HannaHalimatussa’diyah Halimatussa’diyahThis study aims to determine the diaspora in the view of the Al-Qur’an Study of the Al-Qur’an Surah At-Taubah verse 122. This study uses a qualitative approach through the method of tahlili interpretation analysis. The results and discussion of this study indicate that there is a view of the Al-Qur’an on diaspora for the achievement of national education development. This study concludes that good human resources and education can be realized by superior people. Diaspora is believed to have superior potential so that it can play a role in the process of achieving national education development by sharing and conveying the knowledge that has been obtained. This study recommends academics and researchers to develop further related to this research, to find out diaspora in the view of the Al-Qur’an Study of the Al-Qur’an Surah At-Taubah verse 122.Achmad NasrullohAbstrak This study aims to determine the attitudes or intellectual character of modernism and salafism that exist in pesantren academics who are also university students in responding to some of the problems they have encountered. The results of this study indicate that Mambaus Sholihin students use the intellectual character of modernism and salafism in answering several problems, in this case in the form of a view on professional zakat and an analysis of the verses of At-Taubah. Then in a review of Karl Mannheim's social theory on social action and the meaning of behavior of students of Santri Mambaus Sholihin which contains 3 object meanings. First, the objective meaning is that students of Mambaus Sholihin students have views on several things related to professional zakat and provide. The two meanings are expressive, that they view intellectual modernism as a type of thought that prioritizes rationality from contemporary and classical references that tend to tectulize from the Al-Qur'an and the Prophet's Hadith. The third documentary meaning is that the intellectual character of modernism and salafism has become something that is very inherent in santri students in answering various problems found from classical or contemporary reference Kunci Intelektual Modernisme, Intelektual Salafisme. Amrin AmrinAdi PriyonoRanowan PutraDiscourse on interpretation does not only rely on two main sources, namely the Qur'an and Hadith, but also on the opinions of friends. The purpose of this study is to examine the methods used by scholars in understanding the verses of the Qur'an. This study uses a descriptive qualitative method with library research by focusing on reference data sources regarding the interpretation of the Qur'an with the opinion of friends. The data analysis technique used descriptive qualitative with inductive analysis. The results of the study show that the interpretation of the Qur'an with the opinion of friends is classified as a product that occurred in classical times because the interpretation carried out as a reference product. The friends interpreted the Qur'an with their opinions based on knowledge and knowledge of the Qur'an in the form of an explanation of the meaning and asbabul nuzul because of the revelation of the verse which consisted of from the social contextual of the community, community history, the causes of its descent, meaning which is still general, as well as all the meanings contained in the Qur'an which includes fiqh, worship, aqidah, morals related to human life based on its rules first, Companions in conveying their words must be correlated with the Qur'an and Hadith. Second, the Companions interpreting the verses of the Qur'an must pay attention to the instructions that have been outlined. Third, the Companions used Ijtihad in explaining the Qur'an without changing the meaning and content of the Qur'an. Thus, this ability to maintain the authenticity and sanctity of the Qur'an as a revelation of Allah and becomes a major need in the current context in producing solutions to problems that arise requires a legal YahyaKadar M. YusufAlwizar AlwizarTafsir is one way to find out and show the meaning and intent according to the content of the verses of the Qur'an. The purpose of this research is to reveal what methods can be used in interpreting the Qur'an. The research method used is library research. The tafsir methods used by mufassir on the interpretation of the Qur'an can be grouped into four methods; First, the method of ijmali interpretation. Second, the method of tahlili interpretation. Third, the maudhu`i interpretation method. Fourth, the method of interpretation of muqaran. The division of this category is a new categorization, because this category exists after research in various commentary books, as a result, experts in science divide the method of interpretation used by interpreters as 4 kinds. The four interpretation methods commonly used by the mufassir, each have advantages and disadvantages. Although the methods of interpreting the Qur'an are different, the essence remains the same, namely the mufassir trying to explain the meaning of the verses of the Qur'an for themselves and RokimMetode tafsir tahlili merupakan salah satu metode dalam tahlili berusaha menganalisa dan menjelaskan ayat-ayatal-Qur‟an secara keseluruhan dan meliputibacaan ayat, bangunan nahwu dan sharaf, sebab nuzul ayat, maknagelobal dari ayat, hikmat pensyariatan dan al-Qur‟anyang menggunakan metode ini sangat bermanfaat bagi para penuntutilmu khususnya bidang ilmu al-Qur‟an untuk memperdalampemahamannya tentang al-Qur‟an dan tidak tepat bagipara Tafsir tahlili, Metode Tafsir, TahliliHujair SanakyIn interpreting the Holy Quran at least comprises of four methods general understanding method of Quran, detail understanding method of the Holy Scripture, comparative understanding method of the Holy Book, and thematical/topical interpreting method of Quran. The interpreting the verses of the Holy Qoran influenced by those four methods and the background of the interpreters themselves. Each method has the characteristics either its weakness or its strength. For that reason, there is no the best method for understanding according to the writer of this article in term of interpreting Quran nowadays the topical/thematical method is very urgent to answer and to solve Moslem communities. Keywords metode, mufassir, corak, Alquran, dan maudu’ fi al-Tafsīr al-Maudhū'i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū'iyyah. terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhū'I Dan Cara PenerapannyaAbd Al-FarmawiHayyAl-Farmawi, Abd Hayy. al-Bidāyah fi al-Tafsīr al-Maudhū'i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū'iyyah. terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhū'I Dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, tafsīr al-Qur'an, Dārul Kutub wa an-NasyarMuhsin HamidAbdHamid, Muhsin Abd, Tathawwur tafsīr al-Qur'an, Dārul Kutub wa an-Nasyar, HanafiHanafi, Hasan, Islam in the Modern World Vol. 1 Religion, Ideologi and Development. Heliopolis Dar Kebaa Bookshop, dan Pendekatan Tafsir al-Qur'anMalik IbrahimIbrahim, Malik, "Corak dan Pendekatan Tafsir al-Qur'an", dalam Sosio Religia, vol 9, nomor 3 Mei Penafsiran al-Qur'an. Jakarta Pustaka pelajarNasharuddin IsawiBaidanIsawi, Nasharuddin Baidan. Metodologi Penafsiran al-Qur'an. Jakarta Pustaka pelajar, Perkembangan Tafsir al-Qur'an. Bandung CV Pustaka SetiaBadri KhaerumanKhaeruman, Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur'an. Bandung CV Pustaka Setia, sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan" dalam Pengantar Kajian al-Qur'anFariz PariPari, Fariz, "Tafsir sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan" dalam Pengantar Kajian al-Qur'an, Kusmana dan Syamsuri ed. Jakarta Pustaka al-Husna Baru, Tafsir al-Qur'an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur RahmanAhmad SalehSyukriSaleh, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir al-Qur'an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman. Jakarta Gaung Persada Press, 2007. Untuk menggambarkan penafsiran ayat al-Qur’an yang menggunakan metode tafsir taḥlīlī, berikut kutipan penafsiran potongan ayat 34 dalam surat an-Nisa’ [4] yang ditafsirkan oleh al-Thabari dalam karyanya Jami’ al-Bayān fi Tafsīr al-Qur’an al-Karīm jilid 1. ﻟﻰﺎﻌﺗ ﻮﻗ ﻞﻳوﺄﺗ ﻓﻲ لﻮﻘﻟا ْنِم اوُقَفْنأ اَمِبَو ٍضْعَب َٰ َ َ ْمُهَضْعَب ُ َّ ا َل َّضَف اَمِب ِءاَسِّنلا َ َ َنوُماَّوَق ُلاَجِّرلا َنوُفاَت ِتَ َّ لاَو ۚ ُ َّ ا َظِفَح اَمِب ِبْيَغْلِل ٌتاَظِفاَح ٌتاَتِناَق ُتاَِلا َّصلاَف ۚ ْمِهِلاَوْمَأ اوُغْبَت َ َف ْمُكَنْع َطَأ ْنِإَف ۖ َّنُهوُبِ ْضاَو ِعِجا َضَمْلا ِف َّنُهوُرُجْهاَو َّنُهو ُظِعَف َّنُهَزو ُشُن اًيِبَك اًّيِلَع َنَك َ َّ ا َّنِإ ۗ ً يِبَس َّنِهْيَلَع Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha ِءﺎ َﺴِّﻨﻟا َ َﻟﺒ َنﻮُﻣاَّﻮَﻗ ُلﺎَﺟِّﺮﻟا“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita” adalah kaum laki-laki merupakan orang yang bertugas mendidik dan istri-istri mereka dalam melaksanakan kewajiban terhadap Allah dan suami ٍﺾْﻌَﻧ ٰ َ َﻟﺒ ﻢُﻬ َﻀْﻌَﻧ ُ َّﺑا َﻞ َّﻀَﻓ ﺎَﻤِﺑ, yakni kelebihan yang Allah berikan kepada kaum laki-laki atas istri-istrinya itu disebabkan pemberian mahar, pemberian nafkah dari hartanya dan merekalah yang mencukupi kebutuhan isti-istri mereka. Itu merupakan keutamaan yang Allah berikan kepada kaum laki-laki atas istri-istri mereka. Oleh karena itu mereka menjadi pemimpin atas istri-istri mereka sekaligus orang yang melaksanakan apa yang Allah wajibkan kepada mereka dalam urusan istri-istri mereka. Kemudian al-Thabari menyebutkan beberapa riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut, di antaranya ﻦﺑ ﻋﻠﻲ ﻦﻋ ،ﺢﻟﺎﺻ ﻦﺑ ﺔﻳوﺎﻌﻣ ﻨﻲﺛ لﺎﻗ ،ﺢﻟﺎﺻ ﻦﺑ ﷲا ﺪﺒﻋ ﺎﻨﺛ لﺎﻗ ،ﻨﻰﺜﻟﻤا ﻨﻲﺛﺪﺣ ﺎﻬﻴﻠﻋ ءاﺮﻣأ ﻨﻲﻌﻳ ،ِءﺎ َﺴِّﻨﻟا َ َﻟﺒ َنﻮُﻣاَّﻮَﻗ ُلﺎَﺟِّﺮﻟا ﻮﻗ ،سﺎﺒﻋ ﻦﺑا ﻦﻋ ،ﺔﺤﻠﻃ أ ﻪﻠﻫأ ﻟﻰإ ﺔﻨﺴﻣﺤ نﻮﻜﺗ نأ ﻪﺘﻋﺎﻃو ،ﻪﺘﻋﺎﻃ ﻦﻣ ﻪﺑ ﷲا ﺎﻫﺮﻣأ ﺎﻤﻴﻓ ﻪﻌﻴﻄﺗ نأ ٦٣ﻪﻴﻌﺳو ﻪﺘﻘﻔﻨﺑ ﺎﻬﻴﻠﻋ ﻪﻠﻀﻓو ﺎﻟﻤ ﺔﻈﻓﺎﺣ Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang suami yang menampar istrinya, kemudian dia dilaporkan kepada Rasulullah Saw tentang perbuatannya itu, dan Rasulullah memutuskan qishash Lalu al- Thabari menyebutkan 62 Surat an-Nisa’ 4 ayat 34. 63 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān an ta’wīl ayatil Qur’an, Beirūt Dār al Fikr, 2005, h. 2418. beberapa riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Di antaranya ﺎﻨﺛ لﺎﻗ ةدﺎﺘﻗ ﻦﻋ ﺪﻴﻌﺳ ﺎﻨﺛ لﺎﻗ ،ﻟﺒﻷا ﺪﺒﻋ ﺎﻨﺛ لﺎﻗ ،رﺎﺸﺑ ﻦﺑ ﺪﻤﻣﺤ ﺜﻲﺗﺪﺣ ﷲا لﺰﻧﺄﻓ ﻪﻨﻣ ﺎﻬﺼﻘﻳ نأ دارﺄﻓ ﺒﻲﺠا ﺖﺗﺄﻓ ﻪﺗأﺮﻣا ﻢﻄﻟ ﻼﺟر نأ ﻦﺴﻟﺤا ْﻦِﻣ اﻮُﻘَﻔْﻏَأ ﺎَﻤِﺑَو ٍﺾْﻌَﻧ َٰ َﻟﺒ ْﻢُﻬ َﻀْﻌَﻧ ُ َّﺑا َﻞ َّﻀَﻓ ﺎَﻤِﺑ ِءﺎَﺴِّﻨﻟا َ َﻟﺒ َنﻮُﻣاَّﻮَﻗ ُلﺎَﺟِّﺮﻟا” ٦٥هﻴﺮﻏ ﷲا دارأو اﺮﻣأ تدرأ لﺎﻗو ﻪﻴﻠﻋ ﺎﻫﻼﺘﻓ ﺒﻲﺠا هﺨﺪﻓ “ْﻢِﻬِﻟاَﻮْﻣَأ Makna Firman Allah ْﻢِﻬِﻟاَﻮْﻣَأ ْﻦِﻣ اﻮُﻘَﻔْﻏَأ ﺎَﻤِﺑَو adalah itu karena mereka laki-laki telah memberikan mahar kepada perempuan, serta menginfakkan nafkah kepada kaum perempuan. Lalu al-Thabari menyajikan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Dengan demikian maknanya adalah kaum laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah memberikan kelebihan kepada mereka dan karena mereka telah memberikan nafkah kepada kaum perempuan yang diambil dari sebagian harta mereka. Huruf ﺎﻣ pada firman Allah ُ َّﺑا َﻞ َّﻀَﻓ ﺎَﻤِﺑ dan اﻮُﻘَﻔْﻏَأ ﺎَﻤِﺑَو mengandung makna mashdar ﺎﻣ masdariyyah.66 Takwil firman Allah ُ َّﺑا َﻆِﻔَﺣ ﺎَﻤِﺑ ِﺐْﻴَﻐْﻠِﻟ ٌتﺎَﻈِﻓﺎَﺣ ٌتﺎَﺘِﻧﺎَﻗ ُتﺎَ ِﻟﺤﺎ َّﺼﻟﺎَﻓ. Makna firman Allah تﺎﻟﺤﺎﺼﻟﺎﻓ wanita yang shalih adalah wanita-wanita yang lurus dalam menjalankan agama dan melakukan kebaikan, lalu al-Thabari menyajikan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Ada yang berpendapat bahwa maksud firman Allah تﺎﺘﻧﺎﻗ adalah wanita-wanita yang taat kepada Allah dan suami-suaminya. Lalu al-Thabari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Makna firmannya ٌتﺎَﻈِﻓﺎَﺣ ِﺐْﻴَﻐْﻠِﻟ adalah wanita-wanita yang menjaga diri saat suaminya sedang tidak ada ditempat, baik dengan menjaga kemaluan, kehormatan dirinya, maupun harta suaminya serta memelihara dirinya dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya baik menyangkut hak Allah maupun hak Lalu al-Thabari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. 65 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2419. 66 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2420. 67 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2421. Terjadi perbedaan pendapat qira’at dalam membaca firman Allah ُ َّﺑا َﻆِﻔَﺣ ﺎَﻤِﺑ, mayoritas qari membaca firman Allah itu dengan qira’at yang berlaku diberbagai belahan dunia Islam dengan rafa’ lafaz Allah yang maknanya adalah dengan pemeliharaan Allah terhadap mereka sebab Allah telah membuat mereka menjadi seperti itu. Maksudnya yaitu dipelihara oleh dzatnya. Lalu al-Thabari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Abu Ja’far Yazid bin al Qa’qa’ al Madani membacanya ُ َّﺑا َﻆِﻔَﺣ ﺎَﻣِﺏ, yang maknanya adalah karena mereka istri-istri memelihara Allah dengan menaati-Nya dan menunaikan hak-Nya sesuai dengan yang Allah perintahkan kepada mereka yaitu memelihara diri ketika suami mereka sedang tidak ada di tempat. Qira’at yang benar untuk firman Allah tersebut adalah qira’at yang muncul tanpa mengandung cacat dan dapat ditetapkan hujjahnya. Qira’at yang benar adalah qira’at dengan rafa’ nama Takwil Firman Allah َّﻦُﻫﻮ ُﻈِﻌَﻓ َّﻦُﻫَزﻮُﺸُﻧ َنﻮُﻓﺎَ َﺗﺨ ِ َّﻼﻟاَو, ahli ta’wil berbeda pendapat tentang makna firman Allah tersebut. Sebagian berpendapat bahwa maknanya adalah wanita-wanita yang kalian ketahui nusyuznya. Menurut mereka kata takut dirubah menjadi tahu, sebagaimana ucapan seorang penyair ﺎﻬﻗوذأ ﻻ نأ ﺖﻣ ﺎﻣ اذإ فﺎﺧأ ﻨﻲﻧﺈﻓ ةﻼﻔﻟا ﻓﻲ ﻨﻲﻨﻓﺪﺗ ﻻو Jangan sekali-sekali engkau menguburku di tanah yang tandus, sesungguhnya aku takut, jika aku mati kelak, aku tidak akan dapat merasakannya khamer lagi. Maknanya adalah “sesungguhnya aku mengetahui”. Makna kata nusyuz pada firman Allah ﻦﻫزﻮﺸﻧ adalah kecongkakan mereka terhadap suami mereka, penghindaran mereka dari tempat tidur suami mereka dengan melakukan kemaksiatan, menyalahi suami mereka pada hal-hal yang diwajibkan oleh Allah kepada mereka untuk taat kepada suami mereka, kebencian mereka, dan keberpalingan mereka dari suami-suami mereka. Makna asal kata an-nusyuyz adalah al-Irtifā’ meninggi. Oleh karena itu, tempat yang tinggi disebutkan dengan nasyz dan 68 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2423. 69 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2428. Makna firman-Nya َّﻦُﻫﻮ ُﻈِﻌَﻓ adalah ingatkanlah mereka kaum perempuan atau para istri kepada Allah dan takutilah mereka dengan ancaman Allah bila mereka melakukan hal-hal yang telah diharamkan Allah kepada mereka, padahal Allah telah mewajibkan mereka untuk taat kepada suami mereka. Takwil firman Allah ِﻊِﺟﺎ َﻀَﻤْﻟا ِﻓﻲ َّﻦُﻫوُﺮُﺠْﻫاَو, ahli ta’wīl berbeda pendapat tentang makna firman Allah tersebut. Sebagian berpendapat bahwa makna firman Allah tersebut adalah “Wahai para suami nasehatilah mereka istri-istri kalian terkait dengan nusyuz yang mereka lakukan terhadap kalian. Jika mereka enggan kembali kepada kebenaran dalam hal itu, sementara telah diwajibkan terhadap mereka atas kalian, maka pisahkanlah mereka dengan tidak menggauli mereka ditempat tidur kalian. Sementara ahli ta’wīl lainnya berpendapat bahwa maknanya adalah pisahkanlah mereka. Acuhkanlah mereka karena mereka tidak bersedia tidur bersama kalian, hingga mereka kembali ketempat tidur kalian. Kata al hajr dalam bahasa Arab hanya memiliki salah satu dari tiga makna berikut ini 1. Hajara ar-rajul kalāma ar-rajuli wa haditsahu seseorang menolak dan tidak bicara dengan orang lain. Maksudnya dia menolah dan tidak berbicara dengan orang itu. 2. Banyak bicara dengan mengulang-ulang pembicaraan tersebut, seperti perkataan orang yang mengejek. Dikatakan Hajara Fūlanuhu fi kalāmihi hajrān Fulan berbicara tidak karuan dan memanjangkan kalimatnya. 3. Hajara al ba’iira seseorang mengikat unta, maksudnya, pemiliknya mengikatnya dengan hijar yaitu tali yang diikatkan di kedua pahanya dan pergelangan kaki Dalam bahasa Arab, al-hajar hanya memiliki salah satu dari tiga makna tersebut. Jadi, suami dari seorang istri yang dikhawatirkan berbuat nusyuz hanya diperintahkan untuk mengingatkan istrinya agar taat kepada dirinya dalam hal-hal yang telah Allah wajibkan kepada istrinya yaitu menyetujuinya bila ia mengajak istrinya itu ke tempat tidurnya. Takwil firman Allah َّﻦُﻫﻮُﺑِ ْﺿﺮاَو maknanya adalah “wahai para suami, nasehatilah istri kalian tentang perbuatan nusyuz mereka. Jika mereka menolak untuk kembali kepada kewajiban mereka, yaitu taat kepada Allah, maka ikatlah mereka dengan tali, di rumah mereka dan pukullah mereka agar mereka kembali kepada kewajiban mereka yaitu taat kepada Allah dalam kewajiban mereka terkait dengan hak kalian. Sifat pukulan yang dobolehkan Allah kepada suami adalah pukulan yang tidak Takwil firman Allah ًﻼﻴِﺒَﺳ َّﻦِﻬْﻴَﻠَﻋ اﻮُﻐْﺒَﻳ َﻼَﻓ ْﻢُﻜَﻨْﻌَﻃَأ ْنِﺈَﻓ maknanya adalah “Wahai manusia, jika istri-istrimu yang kalian khawatirkan nusyuznya ketika kalian menasehati mereka, maka janganlah kamu memisahkan di tempat tidur mereka. Jika mereka tidak menaati kalian, maka pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Jika ketika itu mereka kembali menaati kalian dan kembali kepada kewajiban kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyakiti dan menyusahkan mereka dan janganlah kalian mencari-cari cara untuk meraih sesuatu yang tidak halal bagi kalian dari tubuh dan harta mereka dengan suatu alasan. Takwil firman Allah ًﻴﺮِﺒَﻛ ﺎًّﻴِﻠَﻋ َنَﻛﺎ َ َّﺑا َّنِإ maknanya adalah Allah berfirman sesungguhnya Allah Maha Tinggi atas segala sesuatu, maka janganlah kalian wahai manusia mencari-cari jalan untuk menyusahkan istri-istri kalian pada apa-apa yang Allah wajibkan kepada mereka terhadap hak G. KESIMPULAN Metode tafsir taḥlīlī dalam perkembangannya dianggap muncul setelah metode ijmālī karena pada masa sahabat, mayoritas sahabat tidak membutuhkan penjelasan yang rinci, hal tersebut disebabkan kemampuan bahasa Arab sahabat yang memadai sehingga tidak memiliki kesulitan dalam memahami ayat al-71 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2431. 72 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2434. Qur’an dan banyak para sahabat yang menyaksikan bahkan terlibat langsung dengan kondisi saat ayat al-Qur’an diturunkan. Namun seiring perkembangan zaman, umat Islam jumlahnya semakin bertambah tidak hanya dari orang Arab tapi juga non-Arab yang membutuhkan penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci. Oleh karena itu Metode taḥlīlī hadir menyajikan tafsir al-Qur’an berdasarkan urutan ayat-ayat al-Qur’an dalam mushaf ditinjau dari berbagai aspeknya. Jadi, metode tafsir taḥlīlī ini dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam, yaitu tafsir bi al-Ma’tsūr, bi al-Ra’yi, Shūfī, Fiqhī, Falsafī, Ilmī, dan Adabī al-Ijtimā’ī. Semua bentuk tafsir taḥlīlī memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri. Tafsir bi al ma’tsūr adalah tafsir yang penafsirannya dengan menggunakan ayat-ayat lain, riwayah Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Tafsir bi al-ra’yi adalah tafsir yang penafsirannya menggunakan metode ijtihad dan penalaran. Tafsir shufi adalah tafsir yang menekankan pada isyarat-isyarat yang terdapat pada ayat yang dikemukakan oleh tasawuf. Tafsir fiqhī adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang ditafsir. Tafsir falsafī adalah tafsir yang menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan filsafat. Tafsir ilmī adalah tafsir yang menggunakan pendekatan ilmiah atau teori-teori ilmu pengetahuan. Tafsir yang terakhir adalah adabī al-ijtimā’ī , yaitu tafsir yang menjelaskan kepada hubungan dengan kemasyarakatan. Tafsir taḥlīlī jika dibandingkan dengan metode tafsir lainnya memiliki ciri khusus, ciri-ciri tersebut adalah Pertama, Para Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf utsmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat an-Nas. Kedua, Para Mufasir menjelaskan makna yang terkandung dalam al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik makna harfiah setiap kata maupun asbābun nuzulnya. Ketiga, Jika dilihat Bahasa yang digunakan metode taḥlīlī tidak sesederhana yang dipakai metode tafsir ijmālī. Seperti halnya metode tafsir yang lain, metode tafsif taḥlīlī ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Di antara kelebihan tafsir ini adalah ruang lingkupnya luas, memuat berbagai ide dan masih banyak lagi kelebihan dari tafsir ini. Sementara itu di antara kekurangan metode ini yaitu al-Qur’an sebagai petunjuk terlihat menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran isra’iliat, dan lain-lain. Dalam sejarahnya Metode tafsir tahlili dalam dunia Islam dimulai sejak ditulisnya tafsir Jamī’ul Bayān fī Tafsīr al-Qur’ān karya Ibnu Jarir at-Thabari. Karya at-Thabari ini dianggap sebagai tafsir tertua yang menggunakan metode tahlili. Imam at-Thabari dalam menjelaskan ayat-ayat demi ayat dengan menunjuk kepada Hadist Nabi, ucapan sahabat, aspek kebahasaan dan bebeberapa sumber lainnya untuk menjelaskan ayat tersebut. Upaya penafsiran seperti ini kemudian banyak diikuti oleh mufassir lain seperti Ibnu Katsir dan as-Suyuthi.[] ArticlePDF Available AbstractMetode tafsir tahlili merupakan salah satu metode dalam tahlili berusaha menganalisa dan menjelaskan ayat-ayatal-Qur‟an secara keseluruhan dan meliputibacaan ayat, bangunan nahwu dan sharaf, sebab nuzul ayat, maknagelobal dari ayat, hikmat pensyariatan dan al-Qur‟anyang menggunakan metode ini sangat bermanfaat bagi para penuntutilmu khususnya bidang ilmu al-Qur‟an untuk memperdalampemahamannya tentang al-Qur‟an dan tidak tepat bagipara Tafsir tahlili, Metode Tafsir, Tahlili Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Mengenal Metode Tafsir Tahlili MENGENAL METODE TAFSIR TAHLILI Syaeful Rokim Dosen Prodi IAT STAI Al-Hidayah Bogor Abstrak Metode tafsir tahlili merupakan salah satu metode dalam penelitian tahlili berusaha menganalisa dan menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an secara keseluruhan dan meliputi bacaan ayat, bangunan nahwu dan sharaf, sebab nuzul ayat, makna gelobal dari ayat, hikmat pensyariatan dan al-Qur‟an yang menggunakan metode ini sangat bermanfaat bagi para penuntut ilmu khususnya bidang ilmu al-Qur‟an untuk memperdalam pemahamannya tentang al-Qur‟an dan tidak tepat bagi para pemula. Keyword Tafsir tahlili, Metode Tafsir, Tahlili A. Pendahuluan Pembahasan tafsir merupakan hal yang penting pada setiap waktu dan tempat. Hal itu dikarenakan kebutuhan umat Islam akan petunjuk yang terkandung di dalam al-Qur‟an al karim untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Adapun kebutuhan petunjuk manusia sangat beragam satu sama lainnya dalam satu daerah, atau masa dahulu dengan masa kontemporer. Oleh karena itu tafsir al-Qur‟an membutuhkan aktualisasi agar dapat mudah dipahami oleh masyarakat Muslim dengan realita mereka yangberbeda-beda adat kebiasaannya. Para ahli tafsir pun berusaha untuk menafsirkan al Qur‟an dengan pendekatan dan metode yang berbeda-beda antara satu ahli tafsir dengan pendekatan tafsir yang melihat pada sumber penafsiran, ahli tafsir mengkategorikan tafsir al-Qur‟an menjadi 4 kategori; pertama tafsir bil ma‟tsur riwayah.Kedua, tafsir bil ra‟yi dirayah.Ketiga, tafsir bil-lughah bahasa.Keempat, tafsir isyari. Mengenal Metode Tafsir Tahlili Adapun metode tafsir yang digunakan oleh para ahli tafsir dalam penafsiran al Qur‟an dapat dikategorikan menjadi empat metode; Pertama, Metode tafsir metode tafsir metode tafsir maudhu‟ metode tafsir kategori ini merupakan pengkategorian baru, karena kategori ini muncul setelah penelitian pada buku-buku tafsiryang beragam, sehingga para ahli ilmu membagi metode tafsir yang digunakan oleh para ahli tafsir menjadi 4 macam. Metode tahlili merupakan metode penafsiran yang digunakan oleh para ulama dahulu dan paling luas cakupan bahasannya. Hal itu dikarenakan mufasir membagi beberapa jumlah ayat pada satu surat dan menjelaskannya kata perkata secara rinci dan komprehensif. Pada kesempatan ini, penulis berusaha untuk membahas metode tafsir empat metode penafsiran yang dijelaskan di paragraph sebelumnya, makalah ini membatasi pembahasannya pada metode penafsiran tahlili. B. Makna Metode Tafsir Tahlili Sebelum masuk pada pembahasan isi metode tafsir tahlili, penulis berusaha mengungkapkan definisi kata metode, tafsir dan tahlili merupakan bentuk kata majemuk yang terbentuk dari dua ini membutuhkan penjelasan pada setiap bagiannya sebelum menjelaskan definisi dari tafsir tahlili. Kata metode berasal dari bahasa Latin yaitu berasal dari kata methodos. Kata methodos itu sendiri berasal dari akar kata metadan hodos. Meta berarti „menuju, melalui, mengikuti, sesudah‟, sedangkan hodos berarti „jalan, cara, dan arah‟.Sedangkan kata metode atau dalam bahasa inggris „methode‟ berarti prosedur atau proses untuk mencapai apa yang diinginkan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata metode berarti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.. Definition Of Method, Accessed Oktober 2017. . Definisi kata metode, diakses oktober 2017, entri/metode Mengenal Metode Tafsir Tahlili Kata tafsir berarti al Tawdi>h „penjelasan‟ dan al-bayan „penegasan‟ serta menyikap sesuatu yang seperti kata „tafsir‟ yang disebutkan dalam firman Allah swtsurat al Furqan ayat ke 33 yang bermakna kata tafsir secara istilah kelimuan adalah ilmu yang membahas tentang al Qur‟an al Karim dari segi dilalah petunjuknya yang diinginkan oleh Allah sesuai kemampuan manusia. Imam al-Zarkasyi mengatakan bahwa ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad saw, untuk menjelaskan makna-maknanya, untuk mengeluarkan hukum dan hikmah di dalamnya. Hal itu akan membutuhkan ilmu bahasa, nahwu grammer, sharaf, ushul fiqih, qiraat dan lainnya. Dan membutuhkan juga pengetahuan asbab nuzul, nasikh dan Abu Hayyan rhm juga menjelaskan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana mengucapkan lafadz al-Qur‟an, membahas petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, dan membahas makna-makna yang terkandung dalam susunan ayat al-Qur‟ kata tahlili bentuk kata arab „‟ contoh „‟ yang bermakna membuka ikatanmenjadi terurai. Secara umum tahlili bermaksud menjelaskan sesuatu pada unsur-unsurnya secara terperinci. Adapun definisi tafsir tahlili secara istilah adalah metode yang digunakan seorang mufasir dalam menyingkap ayat sampai pada kata-perkatanya, dan mufasir melihat petunjuk ayat dari berbagai segi serta menjelaskan keterkaitan kata dengan kata lainnya dalam satu ayat atau beberapa ditemukan definisi pada ulama terdahulu, dikarenakan metode ini dikenalkan setelahnya. . Ibnu Faris, Maqa>yis al-Lugah hal 355. . Allah swt berfirman tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. QS. Al-Furqan 33 . Muhammad Abd al Adzim al-Zarqa>ni, Mana>hil al Urfa>n fi Ilm al Qur‟an Beirut Dar al-Kitab al-Arabi, 1995 hal 2/6. . Muhammad Abdullah al-Zarkasyi, Al-Burhan fi „Ulum al-Qur‟an Kairo Dar l-Turats, 1984 juz 1/13. . Muhammad Yusuf, Abu Hayyan, Al-Bahru al-Muhith Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993 juz 1/121. . Muhammad al-Ra>zi, Mukhtar al Shihah, Kairo al-Saktah al-Jadid, 1329H hal 411. Mengenal Metode Tafsir Tahlili Menurut Musaid al Thayyar, tafsir tahlili adalah mufasir bertumpu penafsiran ayat sesuai urutan dalam surat, kemudian menyebutkan kandungannya, baik makna, pendapat ulama, I‟rab, balaghah, hukum, dan lainnya yang diperhatikan oleh mufasir. Jadi tafsir tahlili dapat kita katakan; bahwa mufassir meneliti ayat al Qur‟an sesuai dengan tartib dalam mushaf baik pengambilan pada sejumlah ayat atau satu surat, atau satu mushaf semuanya, kemudian dijelaskan penafsirannya yang berkaitan dengan makna kata dalam ayat, balagahnya, I‟rabnya, sebab turun ayat, dan hal yang berkaitan dengan hukum atau Urgensi Metode Tafsir Tahlili dan Kelebihannya Metode tafsir tahlili atau metode tafsir yang digunakan oleh ahli tafsir sepanjang masa memiliki banyak faidah yang beragam, dan tujuan yang tinggi. Secara gelobalnya penulis jelaskan sebagai berikut Pertama, metode ini meneliti setiap bagian nash al qur‟an secara detail, tanpa meninggalkan sesuatupun. Sehingga metode ini memberi pengetahuan yang komprehensif mengenai ayat yang dibahas baik kata atau kalimat. Di mana metode ini menyajikan makna dan hukum yang terkandung dalam nash. Kedua, metode ini menyeru peneliti dan pembacanya untuk mempelajari/mendalami ilmu-ilmu al qur‟an yang itu mufasir menjelaskan ayat dari berbagai segi dengan metode tahlili ini. Ketiga, metode ini memperdalam pemikiran, dan menambah kuat dalam menyelami makna ayat, serta tidak puas hanya melihat makna gelobal metode ini dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan untuk ber-istinbat, memilih ragam makna, memilih pendapat yang kuat dari pendapat para ulama. Keempat, dari metode ini, seorang alim dapat menggunakan informasi dalam tafsir tahlili menjadi sebuah pembahasan tersendiri, seperti metode tafsir karena itu tafsir tahlili menjadi pengantar atau asas untuk tafsir maudhui. Adapun kesimpulan kelebihan metode tafsir tahlili dapat dijelaskan menjadi dua ruang lingkup yang luas . Musa‟id al-Tayyar, su‟al an al-tafsir al-tahlili, fun=artview&id=335 Mengenal Metode Tafsir Tahlili padametode tafsir dalam tafsir tahlili, mufassir berusaha menjelaskan ayat demi ayat secara rinci dan dalam metode tafsir tahlili, seorang mufassir mendapatkan ruang yang luas untuk mengutarakan ide dan gagasannya dalam menafsirkan ayat al-Qur‟ tetapi tafsir dengan metode tahlili kurang tepat dalam pembelajaran bagi para siswa pemula dan masyarakat itu dikarenakan pembahasan dalam tafsir dengan metode tahlili sangat luas dan mencakup berbagai cabang ilmu al-Qur‟an dan hal itu menyulitkan para pemula dalam memahami ayat dan menyimpulkan maknanya. D. Macam-macam Metode Tafsir Tafsir dilihat dari metode penelitian dan penulisannya yang digunakan oleh para ulama tafsir dari zaman dahulu sampai sekarang dapat dikategorikan menjadi empat ini bukan disimpulkan oleh para ulama zaman dahulu akan tetapi pembagian metode ini muncul belakangan setelah buku-buku tafsir ditulis. Di antara macam metode tafsir sebagai berikut 1. Tafsir Ijmali Metode ini berusaha menjelaskan ayat al-Qur‟an secara gelobal, ringkas dan padat, tanpa memperluas pembahasan dan memperinci utama metode ini adalah memperjelas makna dan bentuk kata uslub yang zaman Sahabat Nabi tafsir dengan metode ijmali sangat itu dikarenakan kebanyakan masyarakat waktu itu memahami sebagian besar ayat-ayat al-Qur‟an, sehingga hanya sebagian kecil jumlah ayat yang perlu ditafsirkan. Di antara contoh kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir ijmali Tafsir Jalalain, Tafsir al-Wajiz karangan al-Wahidi al-Naisaburi, al-Muhalla wa al-Suyuti, dan Tafsir Shofwah al-Bayan Li-Ma‟ani al-Qur‟an karangan Husain Makhluf. . Misy‟an al-Aisawi, al-Tafsir al-Tahlili; Tarikh wa al-Tathawur, al-Mu‟tamar al-Ilm al-Thani li-Kulliyah al-Ulum al-Islamiyah, 2012 M, hal 62. Mengenal Metode Tafsir Tahlili 2. Tafsir Tahlili Ini telah yang dijelaskan pada halaman besar ulama zaman dahulu menggunakan metode saja, mereka berbeda-beda dalam corak penafsirannya. Di antara contoh kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir tahlili adalah; Tafsir Jami‟ al-Bayan Fi Ta‟wil Ayat al-Qur‟an karangan Muhammad Jarir al-Thabari, Ma‟alim Tanzin karangan al-Bagawi, al-Bahru al-Muhith karangan Abu Hayyan al-Qur‟an al-Adzim karangan Abu Fida Ibnu Katsir. 3. Tafsir Maudhui Ini merupakan metode dalam tafsir modern walaupun memiliki akar di zaman dulu, tetapi tidak seluas pembahasannya di zaman sekarang. Metode maudhui berusaha mengumulkan dan mentafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki tema yang sama. Sebagian besar tafsir dengan metode maudhui ini digunakan pada penelitian-penelitian ilmiah di perguruan tinggi dan lainnya. 4. Tafsir Muqaran Metode tafsir Muqaran adalah sebuah penelitian mendalam dan pengumpulan pendapat-pendapat berkaitan dengan tafsir ayat-ayat atau surat dalam al-Qur‟an yang memiliki hubungan tema yang sama. Kemudian dipelajari secara mendalam untuk mengenal perkataan yang lebih rajihkuat.Itu semua untuk mencapai petunjuk al-Qur‟an yang berkaitan dengan tema yang diteliti. E. Perkembangan Tafsir Tahlili Adanya metode tafsir tahlili tidak secara tiba-tiba tetapi metode ini muncul dengan melalui beberapa tahapan periode tentang sejarah dan periode yang dilalui „ilmu‟ tafsir ini, kita dapati bahwa tafsir melalui periode yang banyak, sampai pada zaman sekarang gelobal penjelasannya sebagai berikut; Periode pertama, pada masa Nabi saw, tafsir waktu itu terbatas pada penjelasan pada kata-kata yang samar atau asing. Analisa tafsir secara kebahasaan kata dalam ayat di masa Nabi sangat jarang sekali, dikarenakan waktu itu masyarakat tidak membutuhkan corak tafsir Mengenal Metode Tafsir Tahlili seperti sangat paham dengan bahasanya dan belum banyak tercampur dengan orang-orang asing .Pada zaman Nabi saw, tafsir terfokus pada asbab nuzul. Yakni sebab diturunkannya ayat al Qur‟an kepada Nabi saw. Sahabat yang menyaksikan turunnya ayat meriwayatkan kepada sahabat yang tidak sempat hadir menyaksikan turunnya itu juga, ada penjelasan langsung dari Nabi saw, yaitu menyelaskan al Qur‟an dengan Al Qur‟an, penjelasan istilah tertentu dalam ayat, penjelasan hukum hala dan haram, atau penegasan tentang hukum yang terdapat pada ayat. Sehingga banyak hadits yang memiliki keterkaitan dengan tafsir ayat baik secara langsung atau tidak. Pada zaman Nabi saw, tersisa banyak ayat yang tidak ditafsirkan oleh Nabi saw. Dikarenakan masyarakat waktu itu tidak membutuhkannya, atau dibiarkan agar manusia setelahnya mendalami ilmu tafsir itu dan menggunakan pemahaman mereka untuk ber-istinbat makna, hukum atau hikmah yang terkandung dalam ayat. Periode kedua, terjadi perluasan penafsiran secara itu menjadi kebutuhan primer bagi orang-orang yang baru masuk Islam, di mana mereka tidak menyaksikan langsung turunnya adanya kebutuhan tafsir secara bahasa setahap-setahap. Hingga islam menyebar di timur dan barat. Sebagaimanadinukil bahwan Umar bin Khattab memberikan perhatian khusus pada segi bahasa. Begitu pula Ibnu Abbas rda merupakan sahabat Nabi saw yang berandil besar dalam menafsirkan al qur‟an al ini, keseriusan para sahabat dan tabi‟in memiliki pengaruh besar dalam perkembangan berusaha dalam menafsirkan al Qur‟an berlandaskan kaidah-kaidah syariat dan memiliki pendapat-pendapat tafsir yang diriwayatkan dan terjaga dalam buku-buku tafsir dan saja sebagian besarnya berkaitan tentang kebahasaan, atau hukum pergerakan penafsiran di daerah Islam tumbuh subur seperti madrasah Makkah. Madinah, Bashrah, Kufah dan Yaman. Oleh karena itu perkataan sahabat dan tabiin yang berkaitan dengan penafsiran ayat menjadi pilar penafsiran bil-Ma‟ perbedaan pendapat di antara mereka pada periode ini sangat sedikit, dan itu terjadi dalam Muhsin Abd al-Hamid, Tatawur Tafsir al-Qur‟ 17. . Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqan fi „Ulum al-Qur‟an, Madinah Munawarah Majma‟ al-Malik al-Fahd, 1426H hal 1/347. Mengenal Metode Tafsir Tahlili masalah hukum terjadi perkembangan tafsir pada periode ini, al qur‟an secara rincinya belum ditafsirkan seluruhnya. Baik pada masa sahabat nabi atau masa ketiga,periode tafsir tahlili muncul setelah ilmu-ilmu keislaman muncul ilmu baru yang berkhidmat pada al-Qur‟an al-Karim. Mulai analisa nash ayat al-Qur‟an dengan bentuk yang lebih luas. Pada periode ini, kamus bahasa banyak dibukukan dan ilmu bahasa menjadi lebih luas, seperti nahwu, sharaf dan balaghah. Oleh karena itu terjadi peluasan penjelasan nash ayat al-Qur‟an dalam ilmu bahasa arab dalam rangka menjelaskan kata-kata gharib asing dalam al-Qur‟an. Maka ditulislah buku secara khusus yang menjelaskan makna kata dalam al-Qur‟ buku Majaz al-Qur‟an yang ditulis oleh Abi Ubaidah w 210H. dia menafsirkan petunjuk kata al-Qur‟an, menjelaskan bacaaan ayat dan berbicara tafsirnya secara keilmuan bahasa secara dari majaz al-Qur‟an, ada buku yang bernama kutub ma‟ani, seperti tafsir „Ma‟ani al-Qur‟an‟ karangan Abi Zakaria al-Fara‟ w lebih fokus pada kata-kata seputar bacaannya, I‟rabnya dan kata juga buku „Ma‟ani al-Qur‟an karangan al-Akhfasy w 215, dia lebih perhatian pada suara, sifat dan tempat keluarnya umum beliau menjelaskan tafsirnya secara bahasa, sharaf, nahwu dan balaghah. Dengan meluasnya ruang analisa bahasa dalam tafsir kata-kata dalam al-Qur‟an, maka perkembangan selanjutnya terjadi keluasan ruang analisa dalam istinbat penetapan hukum fiqih, hal ini sesuai dengan perkembangan yang maju pada madrasah-madrasah fiqih di dunia Islam. Mereka mulai mempelajari nash al-Qur‟an dari segi fiqihnya saja. Oleh karena itu muncullah buku „Ahkam al-Qur‟an‟ karangan imam Syafi‟i w 204 H, selain itu, pengikut madzhab Maliki juga menulis hal yang sama seperti Ismail bin Ishaq al-Qadhi w 282 H. begitu juga madzhab Hanafi seperti imam Al-Thahawi w 321 periode ini juga, mucul pembukuan-pembukuan cabang ilmu-ilmu al-Qur‟an seperti buku-buku tentang asbab nuzul, salah . Muhammad Husain al-dzahabi, al-Tafsir wa al Musfassirun, Kairo Maktabah Wahbah, 1976 M Juz 1/100. . Muhsin abd al-Hamid, Tathawur Tafsir al-Qur‟ 50. . Misy‟an al-Aisawi, al-Tafsir al-Tahlili; Tarikh wa al-Tathawur, al-Mu‟tamar al-Ilm al-Thani li-Kulliyah al-Ulum al-Islamiyah, 2012 M, hal 66. Mengenal Metode Tafsir Tahlili satunya yang ditulis oleh guru imam bukhari, Ali bin Al-Madini w 234. Terbukukan juga ilmu qira‟at seperti buku Abi Ubaid bin Salam w 224. Ahmad bin Zubair al-Kufi dan Ismail bin Ishaq al-Qadhi 282 H. Dibukukan juga ilmu naskh wa mansukh, yang buat oleh Qatadah al-Sadusi, Ibnu Syihab al-Zuhri, dan Muqatil bin Sulaiman Periode keempat, periode penggabungan dari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tafsir. Buku yang paling lama dengan metode tahlili adalah buku yang ditulim oleh imam Muhammad bin Jarir al-Tabari w 310. Beliau menulis kitab tafsirnya dengan metode yang komprehensif dalam mempelajari nash al-Qur‟an. Imam Suyuti rhm mengatakan,kitab tafsir al-tabari adalak kitab tafsir yang paling agung lagi mulia, karena di dalamnya dipaparkan perkataan-perkataan sahabat, tabi‟in dan ulama dan juga I‟rab dan instinbat dari itu, tafsir ini lebih dalam dan luas dari tafsir-tafsir al-Nawawi rhm mengatakan juga tentang tafsir al-Tabari, umat sepakat bahwa belum terdapat kitab yang disusun seperti tafsir demikian, imam al-tabari adalah orang pertama yang meniti jalan tafsir tahlili dan ditulis dalam di dalamnya kaidah-kaidah ilmu ini dan langkah-langkahnya. Imam al Zarkasyi rhm mengatakan bahwa sesungguhnya Muhammad bin Jarir al-Tabari mengabarkan kepada seluruh manusia tentang penafsiran yang beragam, dan mendekatkan sesuatu yang dapat kita katakana bahwa tafsir Ibnu Jarir al-Tabari memiliki keutamaan tersendiri dari kitab-kitab tafsir lainnya baik dari segi waktu, segi faniyah, dan segi pembuatannya. Setelah imam al-Tabari, imam al-Tsa‟labi al-Naisaburi w 427 Hmembuat kitab tafsir al-Qur‟ penafsiranyya, beliau terpengaruh dengan metode yang digunakan oleh imam mengatakan di dalam pengantar kitab tafsirnya, bahwa beliau menyebutkan pendapat 14 ahli nahwu dalam . Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqan fi „Ulum al-Qur‟an, Madinah Munawarah Majma‟ al-Malik al-Fahd, 1426H 4/212. . Muhyiddin Syarof al-Nawawi, Tahdzib al-Asma‟ wa al-Lugat Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyah1/78 . Muhammad Abdullah al-Zarkasyi, Al-Burhan fi „Ulum al-Qur‟an Kairo Dar l-Turats, 1984 juz 2/76. . Ahmad Al-Tsa‟labi, al-Kasyf wa al-Bayan, Beirut Dar al-Ihya‟ al-Turats al-Arabi 2002 M juz 1/75. Mengenal Metode Tafsir Tahlili juga muncul kitab tafsir „Ma‟alim al-Tanzil‟ karangan imam al-Bagawi w 516. Tafsir yang lebih jelas dan dalam lagi dalam penggunaan metode tahlili adalah tafsir Ibnu Hayyan al-Andalusi w 745, beliau menulis tafsir yang bernama „al-Bahr al-Muhi>th‟. Ibnu Hayyan dalam pengantar bukunya menjelaskan langkah-langkahnya dalam menafsirkan al-Qur‟an secara terperinci dan mengawali penafsiran ayat dengan menjelaskan mufradat ayat, yakni kata-perkata dijelaskan makna bahasa dan beliau menjelaskan tafsir ayat dengan menyebutkan sebab nuzul ayat, jika memiliki asbab nuzul. Kemudian beliau menjelaskan nasakh atau tidaknya ayat yang dibahas, dan menyebutkan keterkaitan ayat dengan ayat sebelumnya, atau surat sebelumnya. Beliau juga menjelaskan macam-macam qiraat yang mutawatir dan Ragam Metode Tafsir Tahlili Dalam perkembangan penafsiran al-qur‟an, metode tafsir tahlili memiliki ragam penggabungan antara metode tafsir tahlili dengan pendekatan tafsir bil ma‟tsur dan tafsir bil ra‟yi dirayah.Oleh karena itu, tafsir tahlili –minimalnya- memiliki dua ragam; 1. Tafsir tahlili bil ma‟tsur Dalam hal ini, metode tafsir tahlili berusaha menjelaskan ayat-ayat secara terperinci dengan menggunakan pendekatan tafsir bil ma‟ yang dimaksud dengan tafsir bil ma‟tsur adalah penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an berlandaskan pada penjelasan dalam ayat yang lain, dan pada hadits-hadits nabawi, dan pada perkataan para sahabat dan tabi‟in. Di antara tafsir tahlili yang menggunaka pendekatan tafsir bil ma‟tsur yaitu; a. Tafsir Jami‟ al-Bayan fi Ta‟wil ayat al Qur‟an, b. Ma‟alim Tanzil tafsir al-Qur‟an al-Adzim, Ibnu al-Durr al-Ma‟tsur fi al Tafsir bi al-Ma‟tsur Suyuti. E, . Muhammad Yusuf, Abu Hayyan, Al-Bahru al-Muhith Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993 juz 1/103. Mengenal Metode Tafsir Tahlili 2. Tafsir tahlili bil ra‟yi Ragam tafsir tahlili yang kedua adalah penggunaan pendekatan tafsir bil Ra‟ dalam penjelasan tafsir tahlili ini, mufasir menggunakan sumber ra‟yu yang didukung dengan kaidah-kaidah tafsir dan cabang-cabang ilmu tafsir. Di antara tafsir tahlili yang menggunakan pendekatan tafsir bil ra‟yi yaitu; a. Tafsir al-Khazin, al-Khazin. B, Anwar Tanzil wa Asrar Al-Ta‟wil,al-Baydhawi. C, Tafsir al-Jawahir fi Tafsir al-Qur‟an, Thanthawi tafsir al-Manar, Muhammad Rasyid. G. Langkah Penafsiran Tahlili Tidak terhenti perjalanan tafsir tahlili sampai pada ulama terdahulu tafsir tahlili sampai saat ini masih relevan dan dapat digunakan dalam penafsiran al-Qur‟an sebagaimana perkembangan kehidupan manusia secara ini ada beberapa langkah yang digunakan para ulama terdahulu dalam penafsiran al-Qur‟an dengan metode tahlili; Pertama, penjelasan makna kata dalam al-Qur‟ penjelasan asbab nuzul ayat sebab turunnya ayat. Ketiga, penjelasan munasabah antar ayat dan surat sebelumnya. Keempat, penjelasan I‟rab ayat dan macam-macam qiraat ayat. Kelima, penjelasan kandungan balagahnya dan keindahan susunan kalimatnya. Keenam, penjelasan hukum fiqih yang diambil dari ayat. Ketujuh, penjelasan makna umum dari ayat dan petunjuk-petunjuknya. Tujuh point inilah yang merupakan inti dalam metode tafsir tahlili, yang digunakan oleh para ahli tafsir terdahulu dalam buku tafsir saja langkah-langkah di atas bukan berarti harus berurutan seperti urutan di atas, tetapi itu adalah langkah secara umum para ahli tafsir dalam metode sebagian ahli tafsir tidak menggunakan salah satu langkah yang di sebagian mufasir mengedepankan makna umum dari pada penjelasan I‟rab, sesuai yang dipandang penting oleh ahli tafsir penulis dalam tafsirnya. Sebagaimana juga ada mufassir yang tidak mengelompokkan tafsirnya seperti di atas, akan tetapi mufassir menjelaskan tafsirnya secara natsryakni campur dan menyatu antara penjelasan makna dan penjelasan lainnya. Pada zaman kontemporer sekarang ini, Nampak jelas ada perhatian serius ada metode ini. Yakni ada tambahan langkah-langkah Mengenal Metode Tafsir Tahlili baru dari sebelumnya, atau ada pembagian bab yang jelas secara berurutan, sehingga dapat dipahami dengan mudah. Perkembangan ini banyak terjadi pada dunia akademisi, terkhusus pada akademisi jurusan tafsir, baik tafsir surat tertentu ataupun tafsir al-Qur‟an secara keseluruhan. Di antara tema bab yang ditawarkan dalam metode tafsir tahlili ini sebagai berikut pertama, Apa faidah dari nash ayat   , kedua, Hikmah pensyariatan dalam ayat, ketiga, I‟jaz keilmuan dalam nash al-Qur‟an, keempat, Penjelasan historis masyarakat saat ayat turun, kelima, Kandungan pengetahuan individu dan sosial kontemporer. 1. Apa faidah dari nash ayat  Nash al-Qur‟an mengandung banyak petunjuk, makna, dan ini menunjukkan tingkatan tertinggi kefasihan bahasa dan itu juga, ada faidah yang diambil dari nash ayat dan ruhnya, tetapi faidah ini mengantarkan pada faidah dalam kehidupan ilmiah. Adanya langkah ini akan menjadi mengingat bagi pembacanya, atau memberikan ringkasan baginya. langkah ini     terkadang dengan nama lain seperti; Hidayah ayat  , Fawaid ayat  , dan petunjuk ayat . 2. Hikmah pensyariatan dalam ayat Ini mungkin yang dibutuhkan dalam di masa sekarang besar masyarakat mencari penjelasan hikmah pensyariatan, agar hati mereka thuma‟ninah. Mereka menyadari bahwa apa yang dibawa islam dalam Al-Qur‟an selaras dengan akal, ilmu dan realita. Hal ini akan kita temukan dalam kitab-kitab tafsir modern seperti Rawa‟I al-bayan dan al-Tafsir al-Munir. 3. I‟jaz keilmuan dalam nash al-Qur‟an Ada beberapa ayat yang mengandung petunjuk pada bidang keilmuan dan penemuan ilmiah modern,seperti ilmu falak astronomi, , seperti yang dinamakan oleh Abu Bakar al-Jazairi dalam kitab tafsirnya „Aisar al-Tafasir‟ . seperti yang dinamakan oleh Muhammad Nashir al-Umar dalam tafsirnya pada surat al-Hujurat. . seperti yang dinamakan oleh Muhammad Ali al-Shabuni dalam tafsir „Rawai‟ al-Bayan Fi Tafsir Ayat al-Ahkam‟. Mengenal Metode Tafsir Tahlili ilmu kedokteran dan al-Qur‟an bukan buku ilmu astronomi, kimia, kedokteran, hanya saja al-Qur‟an mengobati manusia dan membentuk psikologi, akhlak, dan diberikan ruang untuk meneliti dan eksperimen pada bidang ilmiah kauniyah. Para ulama kaum Muslimin juga memandang baik dalam mengambil manfaat dari hasil penelitian tentang alam, kehidupan, dan manusia untuk memahami al-Qur‟ itu dapat memperdalam pemahaman mengenai nash al-Qur‟an. Hanya saja tidak boleh untuk memperkuat pendapat perorangan sedangkan tidak ada korinah yang kuat. 4. Penjelasan historis masyarakat sosiologis saat ayat turun Kondisi masyarakat atau kejadian yang terjadi sebelum turunya ayat al-Qur‟an atau apa yang terjadi di masa Nabi Muhammad saw sangat membutuhkan perincian dan penjelasan yang cukup. Sehingga pembaca dapat memahami petunjuk ayat secara ada isyarat pada beberapa kejadian yang membutuhkan pengetahuan yang syamil komprehensif, dikarenakan ayat turun berkenaan tentang kejadian ayat-ayat permulaan pada surat al-Mujadilah juz 28. 5. Kandungan pengetahuan insani dan sosial kontemporer seperti ilmu psikologi, ilmu sosial, ilmu ekonomi, ilmu pendidikan dan lainnya. Tidak diragukan lagi, bahwa sebagian besar dari ilmu-ilmu yang ada di zaman sekarang ini memiliki dasar dan akar di dalam al-Qur‟ al-Suyuti mengatakan bahwa kitabullah al-Qur‟an mencakup segala sesuatu ilmu.Adapun berbagai beragam ilmu yang ada itu ada petunjuknya di dalam al-Qur‟an. Pada kesempatan yang lain imam Suyuti mengatakan bahwa al-Qur‟an berisikan juga ilmu-ilmu selain ilmu terdahulu, seperti kedokteran, arsitek, dan ulama tafsir tidak melarang untuk mengambil pengetahuan manusia dalam bidang ilmu apapun dan menjadikannya sebagai khidmah pada al-Qur‟an al-karim, bukan sebagai alat untuk menghukumi al-Qur‟an.. Imam Suyuti, al-Iklil fi istinbat al-Tartil. . Misy‟an al-Aisawi, al-Tafsir al-Tahlili; Tarikh wa al-Tathawur, al-Mu‟tamar al-Ilm al-Thani li-Kulliyah al-Ulum al-Islamiyah, 2012 M, hal 75-76 Mengenal Metode Tafsir Tahlili H. Kesimpulan Pada akhirnya, penulis mengatakan bahwa tafsir tahlili merupakan metode tafsir yang sebagian besar para ahli tafsir menggunakannya untuk berkhidmat pada kitab Allah ta‟ala. Para ahli tafsir tidak meninggalkan sesuatu yang mempedalam/memperluas ruang pemahaman ayat melainkan mereka akan menggunakan metode itu atau mengikut sertakan penjelasan itu. Akan tetapi ada perbedaan di antara mufassir itu merupakan antara ahli tafsir ada yang menjelaskan tafsirnya secara luas komprehensif, ada pula yang menjelaskan secara ringkas dan padat. Pada zaman kontemporer ini, ada penambahan dalam bab atau penjelasan dalam tafsir. Zaman ini telah memberikan saham dalam menjelaskan nash al-Qur‟an yang sesuai dengan tabiat zamannya. Muncul di zaman ini tafsir ilmi, yang merupakan bukti kebenaran firman Allah dalam bidang a‟lam Mengenal Metode Tafsir Tahlili DAFTAR PUSTAKA Muhammad Al-Razi, Mukhtar Al Shihah, Kairo Al-Saktah Al-Jadid, 1329H Muhsin Abd Al-Hamid, Tatawur Tafsir Al-Qur‟an. Abd Al-Rahman Al-Suyuti, Al Itqan Fi „Ulum Al-Qur‟an, Madinah Munawarah Majma‟ Al-Malik Al-Fahd, 1426H Muhammad Husain Al-Dzahabi, Al-Tafsir Wa Al Musfassirun, Kairo Maktabah Wahbah, 1976 M Misy‟an Al-Aisawi, Al-Tafsir Al-Tahlili; Tarikh Wa Al-Tathawur, Al-Mu‟tamar Al-Ilm Al-Thani Li-Kulliyah Al-Ulum Al-Islamiyah, 2012 M. Abd Al-Rahman Al-Suyuti, Al Itqan Fi „Ulum Al-Qur‟an, Madinah Munawarah Majma‟ Al-Malik Al-Fahd, 1426H Muhyiddin Syarof Al-Nawawi, Tahdzib Al-Asma‟ Wa Al-Lugat Beirut Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah Muhammad Abd Al Adzim Al-Zarqani, Manahil Al Urfan Fi Ilm Al Qur‟an Beirut Dar Al-Kitab Al-Arabi, 1995 M. Muhammad Abdullah Al-Zarkasyi, Al-Burhan Fi „Ulum Al-Qur‟an Kairo Dar L-Turats, 1984 M. Ahmad Al-Tsa‟labi, Al-Kasyf Wa Al-Bayan, Beirut Dar Al-Ihya‟ Al-Turats Al-Arabi 2002 M Muhammad Yusuf, Abu Hayyan, Al-Bahru Al-Muhith Beirut Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1993 Juz 1/103. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur‟an Jakarta Pustaka Pelajar, 1988. Definition Of Method, Accessed Oktober 2017. Https// Definisi Kata Metode, Diakses Oktober 2017, Https// Ahmad Bin Faris, Mu‟jam Maqayis Dar Al-Fikr, 1979 M. Musa‟id Al-Tayyar, Su‟al An Al-Tafsir Al-Tahlili, Http// Mengenal Metode Tafsir Tahlili ... Menurut kajian Muhammad Salih al-Din 2010, Dr. Wahbah menggunakan metode penafsiran secara taḥlīlī, iaitu mentafsirkan al-Quran mengikut tertib dan urutan yang sama dengan yang tertulis di mushaf. Hal ini juga selari dengan kajian Rokim 2017 yang menegaskan bahawa salah satu langkah pentafsiran al-Quran oleh ulama terdahulu yang menggunakan metode taḥlīlī ialah menerangkan maksud perkataan dalam al-Quran, menyatakan asbāb al-nuzūl, munāsabāt antara surah dan surah, i'rāb dan pelbagai qirā'at. Selain daripada itu penjelasan kandungan balāgahnya dan keindahan susunan kalimatnya, penjelasan hukum fekah yang diambil dari ayat dan penjelasan makna umum dari ayat dan petunjuk-petunjuknya. ...... Kajian Rokim 2017 menjelaskan bahawa kitab al-Tafsīr al-Munīr adalah antara kitab yang membincangkan hikmah sesuatu hukum itu disyariatkan dan perkara ini amat diperlukan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Boleh dikatakan setiap perkara yang disyariatkan, Dr. Wahbah akan menyertakannya seperti hikmah pengucapan sumpah dalam li'ān secara berulang-ulang ketika menghuraikan ayat 6-10 dalam bahagian al-fiqh wa al-ḥayāh. ... Miftah Khilmi HidayatullohThe 19th century was the century of colonialization of the Islamic world. At that time, Abduh offered the tajdid idea through the Qur'an interpretation as a response to the condition of Muslims who were slumped and colonized by the West. The researcher examines more deeply the intellectual history of Abduh's interpretation, by describing the conditions before Abduh's interpretation was delivered genesis and the conditions after impact. Lacapra's theory of intellectual history is used to deepen this research by describing the six contexts surrounding Abduh's interpretation, namely intentions, motivation, society, culture, corpus, and structure/ analogous concepts. The results of the preliminary research that we have done state that Abduh offers a simple, pro-science, and socially-styled interpretation of the Qur'an so that it can be a source of guidance for Muslims who are being colonized to regain happiness in the world and the hereafter.... Menurut kajian Muhammad Salih al-Din 2010, Dr. Wahbah menggunakan metode penafsiran secara taḥlīlī, iaitu mentafsirkan al-Quran mengikut tertib dan urutan yang sama dengan yang tertulis di mushaf. Hal ini juga selari dengan kajian Rokim 2017 yang menegaskan bahawa salah satu langkah pentafsiran al-Quran oleh ulama terdahulu yang menggunakan metode taḥlīlī ialah menerangkan maksud perkataan dalam al-Quran, menyatakan asbāb al-nuzūl, munāsabāt antara surah dan surah, i'rāb dan pelbagai qirā'at. Selain daripada itu penjelasan kandungan balāgahnya dan keindahan susunan kalimatnya, penjelasan hukum fekah yang diambil dari ayat dan penjelasan makna umum dari ayat dan petunjuk-petunjuknya. ...... Kajian Rokim 2017 menjelaskan bahawa kitab al-Tafsīr al-Munīr adalah antara kitab yang membincangkan hikmah sesuatu hukum itu disyariatkan dan perkara ini amat diperlukan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Boleh dikatakan setiap perkara yang disyariatkan, Dr. Wahbah akan menyertakannya seperti hikmah pengucapan sumpah dalam li'ān secara berulang-ulang ketika menghuraikan ayat 6-10 dalam bahagian al-fiqh wa al-ḥayāh. ...... Menurut kajian Muhammad Salih al-Din 2010, Dr. Wahbah menggunakan metode penafsiran secara taḥlīlī, iaitu mentafsirkan al-Quran mengikut tertib dan urutan yang sama dengan yang tertulis di mushaf. Hal ini juga selari dengan kajian Rokim 2017 yang menegaskan bahawa salah satu langkah pentafsiran al-Quran oleh ulama terdahulu yang menggunakan metode taḥlīlī ialah menerangkan maksud perkataan dalam al-Quran, menyatakan asbāb al-nuzūl, munāsabāt antara surah dan surah, i'rāb dan pelbagai qirā'at. Selain daripada itu penjelasan kandungan balāgahnya dan keindahan susunan kalimatnya, penjelasan hukum fekah yang diambil dari ayat dan penjelasan makna umum dari ayat dan petunjuk-petunjuknya. ...... Kajian Rokim 2017 menjelaskan bahawa kitab al-Tafsīr al-Munīr adalah antara kitab yang membincangkan hikmah sesuatu hukum itu disyariatkan dan perkara ini amat diperlukan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Boleh dikatakan setiap perkara yang disyariatkan, Dr. Wahbah akan menyertakannya seperti hikmah pengucapan sumpah dalam li'ān secara berulang-ulang ketika menghuraikan ayat 6-10 dalam bahagian al-fiqh wa al-ḥayāh. ...... Menurut kajian Muhammad Salih al-Din 2010, Dr. Wahbah menggunakan metode penafsiran secara taḥlīlī, iaitu mentafsirkan al-Quran mengikut tertib dan urutan yang sama dengan yang tertulis di mushaf. Hal ini juga selari dengan kajian Rokim 2017 yang menegaskan bahawa salah satu langkah pentafsiran al-Quran oleh ulama terdahulu yang menggunakan metode taḥlīlī ialah menerangkan maksud perkataan dalam al-Quran, menyatakan asbāb al-nuzūl, munāsabāt antara surah dan surah, i'rāb dan pelbagai qirā'at. Selain daripada itu penjelasan kandungan balāgahnya dan keindahan susunan kalimatnya, penjelasan hukum fekah yang diambil dari ayat dan penjelasan makna umum dari ayat dan petunjuk-petunjuknya. ...... Kajian Rokim 2017 menjelaskan bahawa kitab al-Tafsīr al-Munīr adalah antara kitab yang membincangkan hikmah sesuatu hukum itu disyariatkan dan perkara ini amat diperlukan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Boleh dikatakan setiap perkara yang disyariatkan, Dr. Wahbah akan menyertakannya seperti hikmah pengucapan sumpah dalam li'ān secara berulang-ulang ketika menghuraikan ayat 6-10 dalam bahagian al-fiqh wa al-ḥayāh. ...... Menurut kajian Muhammad Salih al-Din 2010, Dr. Wahbah menggunakan metode penafsiran secara taḥlīlī, iaitu mentafsirkan al-Quran mengikut tertib dan urutan yang sama dengan yang tertulis di mushaf. Hal ini juga selari dengan kajian Rokim 2017 yang menegaskan bahawa salah satu langkah pentafsiran al-Quran oleh ulama terdahulu yang menggunakan metode taḥlīlī ialah menerangkan maksud perkataan dalam al-Quran, menyatakan asbāb al-nuzūl, munāsabāt antara surah dan surah, i'rāb dan pelbagai qirā'at. Selain daripada itu penjelasan kandungan balāgahnya dan keindahan susunan kalimatnya, penjelasan hukum fekah yang diambil dari ayat dan penjelasan makna umum dari ayat dan petunjuk-petunjuknya. ...... Kajian Rokim 2017 menjelaskan bahawa kitab al-Tafsīr al-Munīr adalah antara kitab yang membincangkan hikmah sesuatu hukum itu disyariatkan dan perkara ini amat diperlukan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Boleh dikatakan setiap perkara yang disyariatkan, Dr. Wahbah akan menyertakannya seperti hikmah pengucapan sumpah dalam li'ān secara berulang-ulang ketika menghuraikan ayat 6-10 dalam bahagian al-fiqh wa al-ḥayāh. ...... Jika suatu produk tafsir dituliskan berdasarkan tartīb al-ayah wa al-suwar maka dapat diketahui bahwa metode yang digunakan dalam tafsir tersebut adalah ijmāli dan taḥlili. Untuk membedakan kedua metode tersebut, dapatlah dilihat dari panjang dan pendeknya penjelasan yang terdapat di dalamnya Rokim, 2017. Jika penjelasan di dalamnya dijelaskan secara umum, maka metode yang digunakan adalah ijmāli dan jika penjelasan di dalamnya dijelaskan secara panjang lebar menyentuh berbagai aspek, maka metode yang digunakan adalah metode taḥlili. ...Akhdiat AkhdiatAbdul KholiqPenafsiran Al-Qur’an telah dimulai sejak masa Nabi Muhammad SAW sampai dengan sekarang ini. Suatu produk penafsiran yang muncul dari masa Nabi SAW sampai sekarang tentulah berbeda, baik dari metode maupun kesimpulan yang dihasilkan. Hal itu terjadi karena kebutuhan suatu penafsiran setiap masa selalu berbeda-beda. Di samping itu munculnya anggapan bahwa produk tafsiran lama tidak lagi mampu menjawab tantangan zaman akan setiap permasalahan manusia. Maka karena itu, dari empat metode yang sudah disimpulkan oleh Al-Farmawi, yaitu ijmāli, taḥlīli, muqāran, dan metode mauḍū’i, penulis mencoba untuk membahas metode ijmāli. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk membahas kemunculan tafsir ijmāli, dasar dan urgensi tafsir ijmāli, langkah-langkah tafsir ijmāli dan kelebihan serta kekurangan tafsir ijmāli. Adapun metode yang digunakan adalah metode kualitatif berbasis library research dengan pendekatan analisis-deskriptif. Berdasarkan metode tersebut, artikel ini menemukan hasil bahwa metode ijmāli muncul pertama kali pada masa Nabi SAW. Tafsir ijmāli adalah metode penafsiran Al-Qur’an dengan penjelasan singkat, global dan tidak panjang lebar. Dan metode ini sangat cocok untuk digunakan bagi pemula dan orang awam dalam memahami Al-Qur’an. Adapun langkah-langkahnya adalah menguraikan ayat secara sistematika Al-Qur’an, menjelaskan secara umum serta makna mufradatnya, berdasarkan kaidah-kaidah bahasa Arab, dan bahasa yang digunakan mengupayakan pemilihan diksi yang mirip dengan lafadz yang digunakan oleh Al-Qur’an. Di samping itu metode ijmāli memiliki kelebihan jelas dan mudah dipahami, terbebas dari penafsiran israiliyat dan dekat dengan bahasa Al-Qur’an. Sedangkan kekurangannya adalah petunjuk Al-Qur’an yang tidak utuh/parsial dan penafsiran dangkal atau tidak menyeluruh.... Metode ini menafsirkan dengan pola ma'tsur dan ra'yi. Pemaknaan teks dilaksanakan secara utuh yang disertai pencantuman asbabun nuzul, munasabah antar ayat, dan pengertian setiap kosakata yang terbilang sulit Rokim, 2017. Perkembangan metode ini terbagi pada tiga periode. ...Ihsan ImadudinAini Qurotul AinTulisan ini bertujuan untuk memetakan kategorisasi tafsir serta problematikanya dengan meninjau dari tiga aspek yaitu sumber, metode, dan corak penafsirannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan library research atau studi pustaka. Hasil studi menunjukan bahwa dari segi sumber tafsir terbagi menjadi dua kategori yaitu sumber primer atau tafsir bil ma’tsur dan sumber sekunder atau tafsir bil ra’yi. Ditinjau dari segi metode, tafsir terbagi menjadi empat kategori yaitu tahlili, ijmail, moqaran dan maudhu’i. Ditinjau dari segi corak, kategori tafsir memilik variasi corak yang sangat banyak di antaranya corak lughawi, hukmi, falsafi, sastra, ilmi, adab ijtima’i, dan akan terus muncul corak baru sesuai dengan perkembangan zaman. Kategorisasi tafsir ini hasil selain mempermudah dalam pemetaan keilmuan Al-Qur’an, dalam prosesmya ternyata menemui beberapa problematika terutama dalam aspek aksiologi dan SalsabilaThis study aims to discuss the concept of covering the genitals from the perspective of the Qur'an in Surah An-Nur verse 31 from the perspective of Karim's interpretation of the Qur'an and the interpretation of An-Nur. This research method is qualitative through literature study with a fiqh approach. This study concludes that there are similarities in the interpretation of women's genitalia according to the interpretation of the Qur'an Karim by Mahmud Yunus and the interpretation of An-Nur by Hasbi Ash-Shiddieqy, namely all parts of the body except the face, the palms of the hands and the soles of the feet, both of which refer to the opinion of Ibn Abbas. However, there is also a difference in the limits of a woman, according to the interpretation of the Qur'an Karim by Mahmud Yunus, a woman's half arm and half calf can be seen because these body parts are usually seen when working, this refers to the opinion of the Hanafi school. According to Hasbi Ash-Shiddieqy's interpretation of An-Nur, shaking hands with non-mahrams is not haram, because women's palms are not part of the Azmi FaridaZainal AbidinAbstrak Karya tulis ini membahas peran penting sebagai media yang menyuarakan moderasi Islam. Dalam konteks saat ini, suara kelompok konservatif-Islamis masih mendominasi dunia maya, sehingga perlu melakukan langkah strategis untuk membalikkan keadaan. Langkah strategis ini disebut sebagai gerakan Escape from Echo Chamber Keluar dari Ruang Gema. Echo Chamber sesungguhnya berupa algoritma digital yang memudahkan pencarian konten sesuai keinginan pengguna media sosial. Namun, lama-kelamaan Echo Chamber menjadi ruang eksklusif yang tertutup. Algortima ini dikhawatirkan karena kondisi sekarang masih didominasi oleh kelompok konservatif-islamis. Maka, Peran penting dalam menyuarakan moderasi Islam perlu hadir secara maksimal. Terlebih, konten tafsir digital menjadi rujukan karena slogan kembali ke Al-Qur’an dan hadis semakin eksis di Indonesia. Sebagai penelitian kualitatif, karya tulis ini dideskripsikan secara analitik, Adapun hasil penelitian ini yaitu gerakan Escape from Echo Chamber dimaknai sebagai upaya untuk sosialisasi tafsir digital yang moderat secara nyata, baik melalui kunjungan ke instansi pendidikan ataupun melalui festival keagamaan khas anak muda. Kata Kunci Tafsir Digital, Escape from Echo ChamberAhmad Fadhil RizkiSudirman M. Johan Afrizal NurThe Phenomena that occur at this time are very detrimental to society, namely conflicts and wars that occur at every point in the world since ancient times until now it will never end and will continue until the future because there is no solution in it, but in the Al-Quran, Allah SWT told a story about the politic of Balqis in the letter Al-Naml verses 32-35, namely a queen who was able to solve the war problems that would be faced with good and wise when getting a letter from the Prophet Sulaiman as containing invitation to believe in Allah SWT or will be fought if refused it, she was not in a hurry in making decision. First, she held a deliberation with her dignitaries to get the best suggestions and opinions, Second, think carefully even though she had a large amount, complete weapons and trained troops, but she also thought about the risks that would be faced after the war, Third, taking lessons from previous historical experience if the kings have fought and won, they would ruin the place and hold people to be their slaves. Fourth, from the deliberation, she considered sending a gift to the Prophet Sulaiman to change his decision, Fifth, after careful consideration, the queen of balqis decided to make peace because if she made a wrong decision the people of Sabaq would become victims of the war, from the story above, it can be concluded that the deliberation is a solution for the people to achieve the best consideration, mutual agreement and bring peace to each community and Al-Qur"an Kairo Dar L-TuratsAl-Burhan FiMuhammad Abdullah Al-Zarkasyi, Al-Burhan Fi "Ulum Al-Qur"an Kairo Dar L-Turats, 1984 Penafsiran Al-Qur"an Jakarta Pustaka PelajarNashruddin BaidanNashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur"an Jakarta Pustaka Pelajar, 1988.

ciri ciri tafsir tahlili